Sukses

Kala Pilihan Calon Anggota Kabinet Joe Biden yang Beragam Tuai Pujian

Pilihan calon anggota kabinet Joe Biden yang beragam menuai pujian dari banyak kalangan.

Liputan6.com, Washington D.C- Pilihan calon anggota kabinet presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden, yang beragam dan mencakup pejabat karier dengan portofolio kuat mendapatkan pujian dari banyak kalangan.

Tak hanya itu, calon anggota kabinet pilihan Joe Biden tersebut juga dinilai akan memuluskan kinerja pemerintahannya.

Dilansir VOA Indonesia, Rabu (25/11/2020) pada 23 November 2020, Biden mengisyaratkan niatnya untuk menominasikan beberapa tokoh di posisi strategis dalam pemerintahannya.

Isyarat itu disampaikan Biden setelah menghadiri pertemuan virtual bersama wakil presiden terpilih AS, Kamala Harris dengan US Conference of Mayors. 

US Conference of Mayors, merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) non partisan yang anggotanya mencakup wali kota dari lebih 1.400 kota, yang masing-masing berpenduduk 300 ribu atau lebih, di kediaman Biden di Wilmington, Delaware.

Salah satu kandidat yang diisyaratkan Biden adalah Anthony Blinken (58), yakni veteran pengambilan keputusan untuk berbagai urusan luar negeri AS yang telah berdinas selama lebih dari 20 tahun, sejak di era pemerintahan Bill Clinton, George Walker Bush hingga Barack Obama.

Selain itu, Blinken pun juga dikenal sebagai penasehat dekat Biden dalam bidang luar negeri.

Calon anggota kabinet lainnya adalah Alejandro Mayorkas, seorang pengacara AS keturunan Kuba yang ditunjuk untuk memimpin Departemen Keamanan Dalam Negeri.

Jika nantinya dikonfirmasi Senat, Mayorkas akan menjadi orang Amerika Latin dan imigran pertama yang memegang jabatan tersebut. 

Tidak tanggung-tanggung, keragaman dalam anggota kabinet pilihan Biden juga mencakup beberapa perempuan untuk posisi penting lainnya.

Linda Thomas-Greenfield, warga AS keturunan Afrika, dipilih Biden sebagai Duta Besar Amerika untuk PBB. Greenfield, diketahui sudah berdinas selama 35 tahun di empat benua, di bawah payung US Foreign Service. 

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pengamat Sambut Baik Calon Anggota Kabinet Pilihan Joe Biden

Adapun Avril Haines, yang pernah menjabat sebagai wakil direktur Badan Intelijen Pusat (Central Intelligence Agency/CIA), kini dipilih untuk menjadi Direktur Badan Intelijen Nasional.

Jika disahkan nantinya, Haines akan menjadi perempuan pertama yang memimpin komunitas intelijen AS.

Selain itu, juga diperkirakan akan memilih mantan Direktur Bank Sentral AS, Janet Yellen untuk menjadi Menteri Keuangan. 

Dalam wawancara dengan VOA melalui panggilan telepon, Dr. Ratri Istania di Loyola University, Chicago, mengatakan bahwa pilihan Biden tersebut mewujudkan janjinya untuk menghadirkan kabinet yang mencerminkan AS.

"Ini kabinet yang akan sangat colorful, berwarna. Ada Alejandro Mayorkas, Anthony Blinken, Linda Thomas-Greenfield, Avril Haines, dan lain-lain. Ini hawa baik buat Amerika karena Biden sesuai janji kampanye dan pidato kemenangannya ingin sekali menghadirkan kepemimpinan dan pemerintahan yang merepresentasikan Amerika, dari segi etnis, ras hingga jenis kelamin," kata Dr. Ratri Istania.

"Ia juga ingin menunjukkan target utamanya setelah pelantikan nanti yaitu melawan COVID-19 dan memulihkan perekonomian," lanjutnya. 

Tidak sampai disitu, hal senada juga disampaikan oleh Dr. Abdul Malik Gismar di Paramadina Public Policy Institute, yang menilai pilihan Biden merupakan sosok yang "aman," tidak saja untuk lolos dalam sidang konfirmasi Senat nanti, tetapi juga sebagai orang-orang yang dikenal setia kepada presiden terpilih AS tersebut. 

"Selain supaya bisa lolos di Senat, karena ia masih harus dikonfirmasi dulu nantinya, mereka-mereka ini sudah puluhan tahun bekerjasama dengan Biden dan berdinas di bawah pemerintahan Obama. Jadi jelas loyalitasnya, integritasnya dan merit pengalamannya," sebut Dr. Abdul Malik Gismar.

Dr. Abdul Malik Gismar menambahkan, "Saya melihat ini komposisi yang menarik, yang ingin menunjukkan kembalinya Amerika pada peran sentral di dunia. Menunjukkan postur politik Amerika yang jelas, tidak seperti sebelumnya. Jelas, dalam arti dunia tahu bagaimana harus bersikap, bukan berarti serta merta setuju dengan kebijakan Biden kelak". 

3 dari 3 halaman

Joe Biden Diharapkan Tinggalkan Agenda America First

Selanjutnya, Dr. Ratri Istania mengutip pernyataan Jim Mattis di "Foreign Affairs" edisi 23 November yang meminta agar pemerintahan mendatang "meninggalkan" semua agenda "America First" yang digaungkan Presiden Donald Trump.

"Ketika Presiden Joe Biden dan tim keamanan nasionalnya mulai mengevaluasi kembali kebijakan luar negeri Amerika Januari nanti, kami berharap mereka dapat dengan cepat merevisi strategi keamanan nasional untuk meninggalkan 'America First' dari isinya, memulihkan komitmen untuk kerjasama keamanan yang telah dijalankan dengan sangat baik oleh Amerika selama puluhan tahun," kata Dr. Ratri Istania.

"Ini mantan menteri pertahanan Trump lho yang bicara. Ia mengakui bahwa retorika 'America First' justru mengisolasi Amerika ketimbang menikmati leverage dari multilateralisme atau kerjasama dengan berbagai kepentingan di luar Amerika. Sudah bukan waktunya membuat Amerika semakin terpinggirkan dan terpuruk, dan membuat kekosongan kepemimpinan di dunia diisi oleh Rusia atau China," sebutnya. 

Tak hanya akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan Trump, Biden juga diperkirakan bakal mengakhiri dan mengubah 195 perintah eksekutif yang dikeluarkan Presiden AS tersebut selama menjabat.

Perintah eksekutif yang akan diakhiri dan dirombak itu mencakup pembatasan imigrasi bagi warga dari tujuh negara mayoritas Muslim, Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA) atau program perlindungan bagi ratusan ribu anak imigran yang dibawa orang tua mereka sewaktu masih kanak-kanak agar tidak dideportasi, dan kebijakan meninggalkan Perjanjian Iklim Paris hingga keluar dari keanggotaan Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Biden juga diperkirakan akan mengubah langkah pembangunan tembok di perbatasan selatan AS.

Menurut kedua pengamat yang diwawancarai VOA, hal-hal itu penting dilakukan dengan segera, jika AS ingin kembali menata ulang postur politiknya dan meraih kembali kepercayaan publik dunia.