Sukses

73 Ribu Perempuan Arab Saudi Kini Bisa Beli Rumah Pertama dengan Pinjaman dari Kerajaan

Kerajaan Arab Saudi menyalurkan kredit rumah agar para perempuan bisa membeli rumah. 73 ribu perempuan menikmati program ini.

Liputan6.com, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi menyalurkan bantuan kredit rumah bersubsidi agar para perempuan dapat membeli rumah pertama mereka. Ada 73 ribu perempuan yang menikmati program ini.

Dilansir Arab News, Senin (7/12/2020), program ini sesuai dengan inisiatif Saudi Vision 2030. Salah satunya adalah tentang kepemilikan rumah.

Pinjaman berasal dari Real Estate Development Fund (REDF). Perempuan ditarget program ini mengingat populasi mereka yang tinggi di masyarakat.

General supervisor RFED, Mansour bin Madhi, menjelaskan, target jumlah penduduk yang punya rumah naik menjadi 60 persen pada akhir 2020. Kemudian, naik lagi menjadi 70 persen pada akhir 2030.

Program ini turut menyederhanakan prosedur pembiayaan agar semua penduduk bisa mendapat pinjaman kredit rumah bersubsidi secara cepat.

Saudi Vision 2030 adalah rencana besutan Pangeran Mohammed bin Salman. Rencana ini bertujuan memajukan berbagai sektor serta agar Arab Saudi tak lagi bergantung dengan minyak.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Perubahan Arab Saudi, Pria-Wanita Nongkrong di Kafe hingga Wisata Dibuka

Ketika mengunjungi Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir, Nic Robertson dari CNN International menceritakan perubahan yang ia amati. 

Robertson mengunjungi pusat kota Riyadh, Arab Saudi pada 2018 lalu dan mengobrol dengan orang-orang di kafe luar ruangan yang hampir kosong di sore hari. 

Ia juga menyebutkan, mulanya, otoritas setempat yang berada di jalan-jalan akan mengingatkan warga setempat untuk melaksanakan salat ketika waktu pelaksanaan ibadah tiba.

Sebelumnya, hal ini akan memicu reaksi langsung, dengan orang-orang yang mematuhi perintah mereka.

Namun kini, menurut Robertson, praktik tersebut baru-baru ini telah berjalan berbeda. Ia menyebutkan, bahwa kebijakan konservatif di Arab Saudi telah melonggar. 

Robertson menceritakan bagaimana sejumlah kafe luar ruangan di Arab Saudi tampak dipenuhi oleh pengunjung pria maupun wanita yang bertemu dengan rekan-rekan mereka, adapun yang berbelanja, mengobrol, dan menikmati waktu luang. 

Seorang perancang busana berusia 20 tahun, Mounira Al-Qwait, menyampaikan kepada Robertson arti pelonggaran aturan tersebut dalam perspektifnya. 

"Kami lebih bersenang-senang sekarang .. pergi keluar untuk nonton film, pergi ke luar restoran dan bertemu dengan teman-teman," kata Mounira. 

Sementara itu, seorang guru taman kanak-kanak berusia 42 tahun, bernama Tutu, dalam tanggapannya mengatakan kepada Robertson bahwa dirinya menyukai rasa "kebebasan" dan "lebih banyak energi".

"Sekarang hidup kami sebagai warga Arab Saudi benar-benar berubah," ungkap Tutu.

"Sebenarnya dari semua keputusan yang diambil oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Semua warga Arab Saudi sekarang senang dengan semua perubahan ini," lanjutnya. 

Pada  21-22 November, Arab Saudi menjadi tuan rumah untuk pertemuan KTT G20. Robertson pun mengunjungi negara tersebut untuk meliput acara itu. 

"Saya melihat banyaknya pujian yang datang untuk Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al Jadaan pada timnya dari kalangan muda," imbuh Robertson. 

Selain itu, Robertson juga menggambarkan bagaimana kantor menteri tersebut, yang berlokasi di  Riyadh - kompleks bangunan futuristik yang dihiasi dengan dengan air mancur dan fasilitas pejalan kaki terbuka dan lapang - terasa lebih seperti Dubai daripada Riyadh, demikian seperti dikutip dari CNN, Minggu 6 Desember 2020.

3 dari 3 halaman

Perubahan dalam Pemberdayaan Karyawan

Robertson juga menyebut perubahan di Arab Saudi, dengan sejumlah para perempuan yang kini telah melakukan aktivitas pekerjaan mereka di perkantoran, yang digabung dengan para pekerja pria.

Talia (27 tahun), adalah salah satu warga yang berkesempatan merasakan pengalaman tersebut. 

Besar di Riyadh dengan ibunya, Talia lulus dari salah satu universitas di di London dan Beirut sebelum kembali ke Arab Saudi pada tahun 2017 ketika reformasi dimulai.

"Itu terjadi seperti mingguan, hampir setiap hari, seperti ada pengumuman baru tentang berita yang datang dan itu sangat menarik," katanya kepada Robertson. 

Talia saat ini telah bekerja di Arab Saudi dengan dibawah naungan seorang CEO perempuan. 

"Kami memiliki putra mahkota yang masih muda dan negara yang banyak dihuni oleh kalangan muda - seperti 70% populasinya berusia di bawah 30 tahun - jadi saya merasa reformasi sedang dilakukan oleh kami untuk kami, jadi tidak mungkin kami akan meninggalkan negara ini" imbuh Talia. 

Robertson memaparkan, bahwa salah satu alasan utama perubahan praktik sosial di Arab Saudi terjadi dengan melibatkan keputusan MBS dalam memiliki perbedaan pendapat dari kalangan ulama yang telah melahirkan generasi ortodoksi, yang menghasilkan Osama Bin Laden, al Qaeda, dan hampir semua pembajak serangan 11 September 2001.

Ayah MBS, Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud membutuhkan waktu 30 tahun untuk menaklukkan empat wilayah yang berbeda secara geografis di Arab Saudi - Asir di selatan, Al-Ahsa di timur, Hijaz di barat, dan Najd di tengah - dan mendirikan Kerajaan Arab Saudi pada 23 September, 1932.

Namun, Robertson mengatakan, MBS membutuhkan waktu hanya kurang dari lima tahun untuk merubah negara kerajaan tersebut dengan cara yang belum dilakukan oleh pendahulunya.

"Visinya untuk mengubah Arab Saudi pada tahun 2030 menuntut ekonomi yang beragam dan pemberdayaan kalangan muda," sebut Robertson.