Liputan6.com, Sao Paulo- Presiden Brasil Jair Bolsonaro menyebutkan bahwa negaranya telah berada di "ujung akhir" pandemi Virus Corona COVID-19.Â
Dikutip dari AFP, Jumat (11/12/2020) klaim itu disampaikan Bolsonaro saat terjadinya lonjakan infeksi dan kematian akibat COVID-19 di Brasil, yang menurut banyak pakar disebut sebagai gelombang kedua.
Baca Juga
"Kita berada di ujung akhir pandemi. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, pemerintah kita adalah yang terbaik, atau salah satu yang terbaik, dalam menanganinya," sebut Bolsonaro.Â
Advertisement
Bolsonaro menyampaikan klaim tersebut dalam kunjungannya ke Kota Porto Alegre pada 10 Desember 2020.
Hal itu juga disampaikannya setelah rival-rival politik Bolsonaro melontarkan kritikan terhadapnya terkait penanganan pandemi COVID-19.Â
Sejauh ini, hampir 180.000 orang meninggal dunia di Brasil akibat COVID-19 - jumlah kematian tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat.
Selain itu, Brasil juga sempat mengalami puncak angka kematian dengan melaporkan lebih dari 1.000 kematian akibat COVID-19 dalam sehari antara Juni hingga Agustus 2020.Â
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Angka Kematian Akibat COVID-19 di Brasil Kembali Meningkat
Pada November 2020, Brasil berhasil menurunkan rata-rata jumlah kematian harian menjadi sekitar 300 kematian.Â
Namun, angka tersebut kembali meningkat di atas 800 orang pada pekan ini.
Situasi tersebut menjadi sulit ketika unit perawatan intensif di rumah sakit umum di Rio de Janeiro dilaporkan telah penuh 100 persen.Â
Sementara itu, persiapan untuk kampanye vaksinasi COVID-19 diproses di tengah persaingan politik antara Bolsonaro dengan Gubernur Sao Paulo Joao Doria, yang disebut-sebut mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2022.Â
Bolsonaro juga berselisih dengan para ahli kesehatan tentang cara penanganan pandemi COVID-19.Â
Diketahui bahwa Bolsonaro, telah mengesampingkan risiko COVID-19 dan menyebutnya sebagai "flu ringan", dan mengecam "histeria" di sekitarnya, serta mendorong penggunaan obat hydroxychloroquine untuk mengobati pasien COVID-19, meskipun serangkaian penelitian menunjukkan bahwa obat tersebut tidak efektif.
Advertisement