Liputan6.com, Teheran - Iran, mengatakan kepada pengawas nuklir PBB atau IAEA, bermaksud untuk memperkaya uranium yang dikenal sebagai bahan baku nuklir hingga 20 persen tingkat kemurnian. Tingkat itu adalah level yang pernah dicapai Negeri Persia sebelum perjanjian denuklrisasi disepakati oleh Iran dengan AS dan Dewan Keamanan PBB pada 2015 silam.
Bahan baku nuklir yang dimaksud adalah yang bersumber di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow yang terkubur di dalam gunung. Berdasarkan kesepakatan 2015 atau JCPOA, Iran diminta untuk mengehntikan pengayaan uranium di sana.
Namun, menyusul langkah AS yang meninggalkan JCPOA pada 2018 silam, Iran kembali meningkatkan aktivitas nuklirnya.
Advertisement
Baca Juga
"Iran telah memberi tahu IAEA bahwa untuk mematuhi tindakan hukum yang baru-baru ini disahkan oleh parlemen negara itu, Organisasi Energi Atom Iran bermaksud untuk memproduksi uranium yang diperkaya rendah (LEU) hingga 20 persen di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow," kata Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam sebuah pernyataan pada Jumat 1 Januari 2021, dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (2/1/2021).
"Surat Iran kepada IAEA ... tidak mengatakan kapan kegiatan pengayaan ini akan berlangsung."
Langkah ini adalah salah satu dari banyak yang disebutkan dalam undang-undang yang disahkan oleh parlemen Iran bulan lalu sebagai tanggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir top negara itu, yang disalahkan Teheran terhadap Israel.
Iran sudah memperkaya uranium di Fordow dengan sentrifuge IR-1 generasi pertama.
Fordow dibangun di dalam gunung, tampaknya untuk melindunginya dari pemboman udara.
Iran telah melanggar batas 3,67 persen kesepakatan tentang pemurnian enriched uranium, tetapi hanya naik hingga 4,5 persen sejauh ini, jauh lebih rendah dari level 20 persen yang dicapainya sebelum kesepakatan JCPOA 2015 dan level 90 persen yang merupakan kadar yang dibutuhkan untuk uranium dalam senjata nuklir --weapon-grade uranium.
Simak video pilihan berikut:
Situasi Aktivitas Nuklir Iran Saat Ini
Tujuan utama JCPOA 2015 adalah memperpanjang waktu yang dibutuhkan Iran untuk memproduksi bahan fisil yang cukup untuk bom nuklir --menjadi setidaknya satu tahun dari awalnya sekitar dua hingga tiga bulan.
Kepatuhan Iran atas perjanjian itu berimbas pada pencabutan sanksi internasional terhadap Teheran.
Badan-badan intelijen AS dan IAEA percaya Iran memiliki program senjata nuklir terkoordinasi rahasia yang dihentikannya pada tahun 2003.
Iran menyangkal pernah memilikinya.
Iran telah melanggar banyak pembatasan inti kesepakatan JCPOA dalam kegiatan nuklirnya baru-baru ini, sebagai tanggapan atas penarikan Presiden AS Donald Trump dari perjanjian pada 2018 dan reimposisinya yang melumpuhkan sanksi ekonomi.
Teheran mengatakan pelanggarannya dapat dengan cepat dibalik jika langkah Washington DC dibatalkan.
Joe Biden, yang menjabat pada 20 Januari, mengatakan dia akan membawa AS kembali ke dalam kesepakatan jika Iran melanjutkan kepatuhan penuh dengan pembatasan nuklirnya.
Advertisement