Sukses

Anjlok 17 Poin, Indonesia Peringkat 102 pada Indeks Korupsi Dunia Selama Pandemi COVID-19

Peringkat Indonesia anjlok di indeks korupsi dunia selama COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Posisi Indonesia anjlok di indeks korupsi dunia 2020. Selama COVID-19, Indonesia jatuh ke peringkat 102 dunia berdasarkan laporan Transparency International.

Indonesia anjlok 17 poin dan berbagi posisi 102 bersama Gambia di Afrika Barat. Pada 2019, Indonesia padahal ada di posisi 85. 

Krisis korupsi di dunia pada saat COVID-19 disebut memperparah situasi pandemi.

"COVID-19 bukanlah hanya krisis kesehatan dan ekonomi, tetapi krisis korupsi juga dengan hilangnya jumlah nyawa tak terhitung akibat efek buruk korupsi yang melemahkan respons global yang adil dan setara," tulis Transparency pada laporannya, Kamis (28/1/2021).

Negara Asia Tenggara yang peringkatnya di atas Indonesia adalah Malaysia (57), Timor Leste (86), Brunei (35), dan Singapura yang berhasil tembus sepuluh besar di posisi 4.

Sementara, negara Asia Tenggara yang posisinya di bawah Indonesia adalah Thailand dan Vietnam (104), Filipina (115), Laos (134), Myanmar (137), Kamboja (160).

Negara yang paling bersih dari korupsi selama pandemi COVID-19 adalah Denmark dan Selandia. Sebaliknya, negara yang paling korup adalah Somalia dan Sudan Selatan.

Berikut daftar kasus korupsi yang sedang ramai disorot publik Indonesia:

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Korupsi Asabri Capai Rp 22 Triliun

Kasus yang tengah jadi sorotan adalah korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, nilai kerugian negara dalam kasus korupsi pada PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) mencapai Rp 22 triliun. Jumlah tersebut jauh di atas kerugian negara dalam kasus korupsi Jiwasraya, yakni Rp 16,8 triliun.

Burhanuddin menuturkan, jumlah kerugian kasus korupsi Asabri itu berdasarkan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara jumlah kerugian berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) lebih kecil. 

“Hasil perhitungan BPKP itu Rp 17 triliun, tapi kami menggunakan BPK Rp 22 triliun sekian,” ujar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (26/1/2021).

Burhanuddin mengatakan, total aset yang telah disita dalam perkara ini mencapai Rp 18 triliun. Namun, ia menyebut masih ada kemungkinan aset lain yang akan disita. Kini, Kejaksaan Agung masih terus melacak aset para tersangka.

“Yang kemarin sudah kami sita itu sekitar Rp 18 T, itu masih ada, sehingga kami akan lacak terus, mungkin akan berat karena kerugian Asabri ini di atas asuransi Jiwasraya,” ucapnya.

3 dari 4 halaman

Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan

Kasus lain yang jadi sorotan terkait BPJS Ketenagakerjaan, diduga melakukan korupsi penyimpangan pengelolaan keuangan dan dana investasi. Dalam hal ini, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menggeledah kantor BPJS Ketenagakerjaan.

Sejumlah pegawai juga sedang diperiksa sebagai saksi atas pengajuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, dari berbagai informasi yang didapatkan KSPI, dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan ini adalah berkategori pelanggaran berat dan patut diduga sebagai megakorupsi sepanjang BPJS Ketenagakerjaan berdiri, bahkan sebelumnya bernama Jamsostek.

“Bilamana dugaan korupsi ini terbukti dari hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, berarti uang buruh Indonesia telah dirampok oleh “pejabat berdasi” para pimpinan yang ada di BPJS ketenagakerjaaan,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/1/2021).

“Oleh karena itu, KSPI mengutuk keras dan meminta pemeriksaan terhadap dugaan skandal megakorupsi triliunan rupiah uang buruh yang ada di BPJS Ketenagakerjaan oleh Kejagung dibuka secara transparan,” katanya.

 

4 dari 4 halaman

Korupsi Mantan Mensos Juliari Batubara

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk Wilayah Jabodetabek Tahun 2020.

Menurut Deputi Penindakan KPK Karyoto, menteri merupakan pimpinan dalam sebuah kementerian. Sejatinya, menteri memiliki peranan paling utama dalam sebuah kebijakan. 

"Kalau menteri, kan, perannya sudah di atas sekali, kebijakan, dia hanya memerintah. Tidak mungkin secara spesifik di lapangan dia (Juliari Batubara) ikut ini, ikut ini," ujar Karyoto di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2021).

Karyoto menyatakan pihaknya akan menyelisik lebih dalam peranan dari mantan menteri asal PDIP tersebut. Karyoto menyatakan akan terus memeriksa pihak-pihak yang mengetahui konstruksi perkara dan peran utama dari Juliari.

"Itu kan tergantung saksi-saksi itu bicara apa," kata Karyoto.

Sejauh ini, menurut Karyoto, Juliari Batubaramasih berupaya menutupi peristiwa tindak pidana korupsi ini. Meski demikian, hal tersebut tak menjadi persoalan bagi KPK.

"Sekarang kalau ada seorang yang mempunyai informasi dia tidak mampu membuka sama sekali kan kita cari. Biarin saja mereka enggak mau mengaku, tapi kita cari pendukung yang ke arah sana," kata Karyoto.