Sukses

6-2-1993: Arthur Ashe, Pria Afrika-Amerika Pemegang Gelar Wimbledon Meninggal Dunia

Pada 6 Februari 1993, Arthur Ashe, satu-satunya pria Afrika-Amerika yang pernah memenangkan Wimbledon serta US dan Australian Open meninggal dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 6 Februari 1993, Arthur Ashe, satu-satunya pria Afrika-Amerika yang pernah memenangkan Wimbledon serta US dan Australian Open meninggal dunia.

Ashe meninggal karena komplikasi AIDS pada usia 49 tahun di New York.

Dikutip dari History, Jumat (5/2/21), Jenazah Ashe dikubur di rumah gubernur di Richmon, Virgina. Ribuan orang datang untuk memberikan hormat kepada atlet pelopor dan aktivis sosial tersebut.

Arthur Robert Ashe, Jr., lahir di Richmond pada 10 Juli 1943.

Ia pertama kali mengangkat raket tenis saat ia masih kecil dan senang bermain di taman bermain dekat rumahnya.

Ashe kemudian kuliah di U.C.L.A dengan beasiswa penuh dan pada 1963, ia menjadi anggota Afrika-Amerika pertama di Tim US David Cup.

Pada tahun 1965, ia memenangkan kejuaraan tenis tunggal NCAA serta membantu U.C.L.A memenangkan kejuaraan tim. Ashe sempat bertugas di Angkatan Darat AS setelah lulus kuliah pada tahun 1966.

Setelah dua tahun bertugas, ia menjadi pemain tenis amatir pada tahun 1968. Ia memenangkan US Open dan menjadi orang kulit hitam pertama yang memenangkan turnamen Grand Slam.

Tidak hanya itu, dua tahun kemudian pada tahun 1970, Ashe juga menjadi juara Australian Open. Ashe menjadi salah satu pendiri Association of Tennis Professionals pada tahun 1972 dan kemudian menjabat sebagai presidennya.

Tiga tahun kemudian, Ashe mengalahkan Jimmy Connors -- pemain yang diperkirakan akan memenangkan gelar tunggal di Wimbledon.

Ashe juga berkompetisi di tim Davis Cup selama 10 tahun dan memenangkan tiga kejuaraan. Uang dari hadiah serta sponsor menjadikannya jutawan Afrika-Amerika pertama dalam tenis.

Saksikan Video di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Masalah Jantung Lalu Positif AIDS

Pada 1980, Ashe terpaksa pensiun dari tenis setelah mempunyai masalah jantung. Ia dilantik ke dalam Tennis Hall of Fame pada tahun 1985.

Di luar lapangan tenis, Ashe terkenal dengan komitmennya pada kegiatan amal dan banyak membantu dalam bidang kemanusiaan.

Ashe mendirikan program tenis untuk anak-anak dalam kota dan berkampanye melawan apartheid di Afrika Selatan.

Setelah Ashe pensiun, ia menjadi komentator dan kolumnis olahraga di TV dan menulis sebuah buku yang mempunyai tiga jilid berjudul, "A Hard Road to Glory," buku tentang atlet kulit hitam.

Pada 1988, Ashe mengetahui bahwa ia positif AIDS. Ia diyakini tertular HIV dari transfusi darah yang tercemar setelah operasi jantung pada tahun 1983.

Ashe merahasiakan kondisi medisnya sampai April 1922 ketika sebuah surat kabar memberitahunya tentang niatnya untuk membuat artikel tentang penyakitnya itu.

Ashe, dalam upaya untuk mendahului artikel tersebut, mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan bahwa ia mengidap AIDS. Ia menghabiskan sisa hidupnya bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang penyakit tersebut.

Pada tahun 1997, U.S Tennis Association mengumumkan bahwa mereka akan menamai stadion lapangan tengah baru di USTA National Tennis Center di Flushing Meadows, New York, dengan nama Stadion Arthur Ashe.

 

Reporter : Paquita Gadin

3 dari 3 halaman

Infografis Daripada Jemput Virus Corona, Mendingan Liburan di Rumah Saja