Liputan6.com, Paris - Setidaknya delapan orang tewas akibat demonstrasi di Paris, ibu kota Prancis, pada 8 Februari 1962. Protes massa tersebut merupakan bagian dari rangkaian kerusuhan pro-kontra perihal langkah Prancis untuk melepaskan Aljazair dari koloninya --yang efektif akan memberikan negara Afrika itu kemerdekaan-- sejak 1961.
Salah satu yang tewas dalam kerusuhan 8 Februari 1962 adalah seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, demikian seperti dikutip dari BBC On This Day, Senin (8/2/1962).
Sekitar 240 orang lain terluka, di mana lebih dari setengahnya merupakan polisi.
Advertisement
Protes, yang dilarang di bawah Keadaan Darurat yang saat itu berlaku di Paris, diselenggarakan oleh serikat pimpinan komunis utama Prancis.
Ini adalah salah satu kelompok yang menjadi ujung tombak utama dalam mendukung langkah Prancis melepas Aljazair sebagai koloninya.
Sementara itu, lawan utama mereka adalah Organisasi Tentara Rahasia Sayap Kanan (OAS) yang ingin Aljazair di Afrika utara tetap menjadi koloni Prancis.
Demo 8 Februari 1962 berlangsung selama kurang lebih tiga setengah jam. Sekitar 20.000 pasukan polisi kewalahan mengendalikan massa.
Petugas dilaporkan sempat relatif mengontrol massa. Namun, demonstran yang berjumlah lebih banyak dan berdatangan dari berbagai arah membuat polisi kehilangan kendali.
Dalam satu insiden sebuah van polisi disergap dan seorang polisi melepaskan lima tembakan ke kerumunan.
Beberapa orang dikatakan telah menerima luka tembak tetapi tidak ada korban jiwa penembakan yang dilaporkan.
Korban tewas justru diyakini akibat terinjak kerumunan massa yang panik berlarian menyusul tembakan polisi.
Namun, sementara polisi sibuk mencoba memadamkan unjuk rasa anti-OAS, beberapa agen kelompok itu dilaporkan menanam bom di kota.
Satu perangkat mati ditemukan di luar kantor Tass, kantor berita Rusia -- di mana pertama kalinya organisasi media asing menjadi target gejolak massa.
Kampanye pengeboman yang dilakukan oleh OAS diyakini sebagai respons terhadap deklarasi Presiden Prancis Charles de Gaulle yang menyerahkan kepada orang Aljazair untuk memutuskan nasib negara mereka.
Jenderal de Gaulle juga mengusulkan referendum tentang masalah itu.
OAS didirikan pada 1961 dan dipimpin oleh mantan jenderal angkatan darat Prancis Raoul Salan.
Banyak agennya diyakini sebagai mantan personel tentara yang bertugas di Aljazair.
Pada 1961, anggota kelompok itu diyakini berada di balik upaya untuk membunuh Jenderal de Gaulle.
Simak video pilihan berikut:
Rangkaian Demonstrasi Berlanjut
Demonstrasi terjadi lagi pada 9 Februari 1962 sebagai protes atas perilaku polisi selama demonstrasi pada hari sebelumnya.
Kemudian, pada Maret 1962, Jenderal de Gaulle mencapai kesepakatan dengan nasionalis Aljazair untuk memberikan kemerdekaan negara Afrika utara itu.
Sebagai respons, OAS melakukan beberapa upaya untuk membunuh Jenderal de Gaulle, namun gagal.
Pimpinan OAS, Jenderal Raoul Salan ditangkap dan dipenjara pada April 1962. Organisasi itu efektif runtuh.
Pada 1963 seorang mantan jenderal dalam tentara Prancis, Antoine Argoud, diadili atas upaya pembunuhan terhadap Presiden de Gaulle dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Namun, ia dibebaskan, bersama dengan mantan anggota OAS lainnya, selama amnesti umum pada Mei 1968.
Advertisement