Sukses

PBB Kirim Utusan ke Myanmar, Sampaikan Protes Keras ke Junta Militer

Akses ke internet di Myanmar kini telah dipulihkan setelah diputus pihak junta militer.

Liputan6.com, Yangon - PBB mengatakan kepada pemerintahan atau junta militer Myanmar bahwa rakyat memiliki hak berkumpul dan harus dihormati sepenuhnya. Dalam panggilan telepon, Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener memperingatkan "segala bentuk tanggapan yang keras kemungkinan akan memiliki konsekuensi yang parah."

Akses ke internet di Myanmar kini telah dipulihkan pada Selasa pagi (16/2) setelah terputus sebelumnya.

Junta secara teratur memblokir sejumlah situs untuk mencoba membungkam perbedaan pendapat sejak kudeta 1 Februari 2021.

Peringatan Schraner Burgener datang selama panggilan telepon Senin kemarin dengan wakil kepala junta Soe Win, kata seorang juru bicara PBB.

Utusan khusus itu menekankan bahwa pemadaman internet "merusak prinsip inti demokrasi".

Tak hanya warga biasa, mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri juga turut bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil di kota utama Yangon, Myanmar.

Sebelumnya, otoritas militer mengumumkan hukuman keras bagi mereka yang menentang para pemimpin kudeta.

Junta mengatakan pihaknya menggulingkan para pemimpin terpilih, termasuk juru kampanye demokrasi lama, Aung San Suu Kyi, karena dugaan kecurangan dalam pemilih umum.

Simak video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Militer Myanmar Ancam Demonstran Tolak Kudeta Dipenjara 20 Tahun

Setelah melakukan kudeta militer terhadap Aung San Suu Kyi, militer Myanmar mengeluarkan ancaman bagi pendemo anti-kudeta. Hukuman 20 tahun penjara berlaku bagi mereka yang menghalang angkatan bersenjata.

Hukuman penjara dan denda juga akan diterapkan pada orang-orang yang dianggap menebar kebencian terhadap para pemimpin kudeta.

Dilansir BBC, aturan hukum itu diumumkan sementara militer mengerahkan kendaraan-kenderaan lapis baja di beberapa kota di Myanmar.

Sejak kudeta 1 Februari, gelombang protes masyarakat Myanmar terus terjadi. Peserta demonstrasi berasal dari generasi muda dan tua yang menolak kudeta militer, serta menuntut agar Aung San Suu Kyi dibebaskan.

Militer melakukan kudeta karena tidak mampu mengaku kalah saat pemilihan umum pada November 2020. Mereka berkata akan berkuasa selama setahun.

Kondisi Suu Kyi masih ditahan dan direncanakan baru bebas pada 17 Februari mendatang. Ia akan disidang secara online di Nay Pyi Taw.