Sukses

HEADLINE: China Perangi Sindikat Pemalsu Vaksin COVID-19, Apa Antisipasi Indonesia?

80 orang ditangkap dan 3 ribu dosis vaksin COVID-19 palsu disita. China memulai perang terhadap kejahatan vaksin COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 80 orang telah ditangkap. Dari tangan mereka, 3 ribu dosis vaksin COVID-19 palsu disita. China mulai menabuh genderang perang terhadap kejahatan vaksin COVID-19.

Sebelum diungkap pada awal Februari 2021, para pelaku telah melakukan pemalsuan vaksin COVID-19 sejak September 2020. Pihak kepolisian China menyatakan, keberadaan semua dosis vaksin palsu itu telah dilacak. 

Menurut laporan Xinhua, satu kelompok tersangka mendapat untung sekitar 18 juta yuan atau Rp 38 miliar. Omzet besar itu diperoleh dari vaksin palsu yang dijual berisi larutan garam atau air mineral dalam 58.000 dosis.

Dalam kasus lain, vaksin palsu dijual dengan harga tinggi, termasuk dalam skema inokulasi darurat di rumah sakit, atau diselundupkan ke luar negeri. 

Pemimpin sindikat pemalsuan vaksin COVID-19 yang diidentifikasi bernama belakang Kong, dilaporkan telah ditangkap pada Hari Natal Desember 2020. 

Pemerintah China, dalam tanggapannya terhadap kasus tersebut menyatakan para tersangka yang ditangkap akan dijerat dengan tuduhan kriminal terkait dengan produksi dan distribusi vaksin COVID-19 palsu, pencungkilan harga, dan inokulasi ilegal.

Lembaga-lembaga kejaksaan di seluruh China telah menyetujui penangkapan 70 tersangka yang terlibat dalam 21 aksi kriminal terkait vaksin COVID-19, menurut Kejaksaan Agung Rakyat (Supreme People's Procuratorate/SPP) China.

SPP juga telah meminta lembaga kejaksaan di seluruh penjuru negeri untuk mengambil tindakan tegas dalam memerangi aksi kriminal terkait vaksin, serta memberi payung hukum dalam upaya pengendalian dan pencegahan COVID-19.

Dikutip dari Times of India, vaksin COVID-19 palsu tak hanya dijual-belikan di China. Pasar gelap di dunia maya kini mulai marak dengan penjualan vaksin COVID-19 palsu.

Tak main-main, vaksin COVID-19 palsu itu dihargai US$ 250 atau sekitar Rp 3,5 juta seperti dilaporkan Lembaga Keamanan Dunia Siber, Check Point Research.

Check Point Research juga melaporkan promosi yang dilakukan oknum penipu itu sangat agresif. Mereka menggunakan kata-kata seperti 'Beli segera, vaksin COVID-19 sudah ada!" atau "ucapkan selamat tinggal pada COVID-19, beli vaksin di sini."

Selain itu, para penipu berkedok vaksin COVID-19 ini juga tidak menggunakan transfer uang agar tidak mudah dilacak. Mereka mayoritas menggunakan bitcoin.

"Kami berkomunikasi dengan salah satu vendor dan mereka menawarkan harga satu dosis vaksin COVID-19 mencapai 300 dolar AS. Mereka juga menyebut dibutukan 14 dosis untuk setiap orang," tulis laporan Check Point Research.

Temuan lain yang diungkap Check Point Research adalah, sejak November 2020 banyak website yang baru mendaftarkan nama domain yang berkaitan dengan vaksin COVID-19. Beberapa nama domain mengandung kata vaksin atau COVID atau corona.

Selain menjual vaksin COVID-19 palsu, para pelaku juga membuat link untuk phising atau fraud. Mereka memanfaatkan berita palsu agar pembaca mengklik link tersebut untuk mencuri akun korban.

Untuk mencegah beredarnya vaksin COVID-19 palsu di Indonesia, Kepolisian RI dan TNI tengah bersiaga penuh. Polri dan TNI akan mengamankan segala bentuk aktivitas terkait vaksinasi di Tanah Air.

"Polri bersama TNI mengamankan dan mengawal pendistribusian dan pelaksanaan vaksin di seluruh Indonesia," tegas Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono kepada Liputan6.com.

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia mengungkap sejumlah langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah masyarakat menjadi korban vaksin COVID-19 palsu. Salah satunya menggratiskan biaya vaksinasi.

"Pemerintah telah menetapkan bahwa semua vaksin pengadaan dan pendistribusiaannya melalui BUMN Farmasi, semua vaksin yang digunakan tidak ada yang dijual melalui retail farmasi karena sampai saat ini semua vaksin gratis," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia pun mengimbau mayarakat untuk tidak membeli vaksin yang ditawarkan siapapun. "Karena sampai saat ini BPOM tidak pernah memberi persetujuan untuk vaksin di luar dipergunakan dalam program pemerintah."

"Sebagai langkah antisipasi, BPOM mengawal peredaran vaksin sepanjang jalur distribusi baik pada penjualan di apotek maupun online," Lucia memungkasi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

Cara Bedakan Vaksin Palsu dan Asli

Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono membeberkan cara membedakan vaksin COVID-19 palsu dengan yang asli. 

"Pasti ada tanda-tanda khusus pada vaksin asli, jadi bisa dilihat dari dalam botolnya ada tanda yang tidak bisa ditiru oleh vaksin palsu, yaitu tanda kedaluwarsa," kata dia kepada Liputan6.com.

"Tanda kedaluwarsa (vaksin) itu tidak bisa ditiru oleh vaksin palsu."

Meskipun, jelas dia, dari segi pengemasan vaksin, seperti botol, tutup, dan lainnya bisa saja dipalsukan. 

"Kalau vaksin dari China, kita beli langsung dari pabriknya Sinovac, jadi terjamin (keasliannya) karena langsung dari pabrik," jelasnya, mengingat Indonesia yang menggunakan vaksin COVID-19 Sinovac dari China untuk warga, di tengah isu beredarnya vaksin palsu di Negeri Tirai Bambu tersebut. 

 

3 dari 4 halaman

Vaksinasi Mandiri Tidak Dianjurkan

Tri memperingatkan, "yang bahaya adalah vaksin mandiri, baik untuk tidak membiarkan orang-orang membeli vaksin sendiri." 

"Ada kemungkinan membeli vaksin sendiri bisa terjebak dengan vaksin palsu," jelasnya. 

Ia pun menyarankan untuk mendapatkan akses vaksinasi COVID-19 dari pemerintah, untuk meghindari pembelian dan pemakaian vaksin COVID-19 palsu.

"Jadi kalau dengan pemerintah ada perjanjian government-to-government (pemerintah), atau seperti janji bussiness to bussiness-nya, perjanjian pabrik ke pabriknya, membuatnya vaksin itu pasti asli," terang Dr. Tri Yunis Miko Wahyono.

"Jadi swasta kalau mau beli (vaksin) baiknya dari pemerintah," bebernya.

"Kalaupun ada perjanjian bussiness to bussiness, kalau bisa pemerintah menunjang, ada pernjanjian government to government-nya juga, bukan hanya B to B."

4 dari 4 halaman

Fakta di Balik Vaksin COVID-19 Palsu

China telah menangkap seorang pemimpin penipuan yang bernilai jutaan dolar, yang menyatakan larutan garam dan air mineral sebagai vaksin Covid-19.

Pria itu, yang diidentifikasi sebagai Kong, telah meneliti desain kemasan vaksin asli sebelum membuat lebih dari 58.000 ramuannya sendiri. Sejumlah vaksin diselundupkan ke luar negeri, tetapi tidak diketahui ke mana mereka dikirim.

Kong termasuk di antara 70 orang yang ditangkap karena kejahatan serupa.

Penangkapan tersebut, yang melibatkan lebih dari 20 kasus, terjadi ketika Beijing berjanji untuk menindak vaksin palsu.

Meskipun sebagian besar kasus muncul akhir tahun lalu, detail baru dirilis minggu ini.

Mengutip BBC, Rabu (17/2/2021), berikut adalah sejumlah fakta soal vaksin COVID-19 palsu di China:

1. Kandungan Vaksin Palsu

Menurut putusan pengadilan, Kong dan timnya mendapat untung 18 juta yuan ($ 2,78 juta; £ 2 juta) dengan memasukkan larutan garam atau air mineral ke dalam jarum suntik dan menjajakannya sebagai vaksin COVID-19 sejak Agustus tahun lalu.

2. Dikirim ke Luar Negeri

Sebanyak 600 vaksin ini telah dikirim ke Hong Kong November lalu, sebelum dikirim ke luar negeri. Penjualan dilakukan berdasarkan vaksin diperoleh melalui "saluran internal" dari produsen asli.

Dalam kasus lain, vaksin palsu dijual dengan harga tinggi di rumah sakit. Oknum penyebar vaksin palsu lain juga melakukan program inokulasi mereka sendiri dan meminta "dokter desa" memvaksinasi orang dengan suntikan palsu di rumah dan mobil mereka.

3. 70 Orang Ditangkap

Lebih dari 20 kasus terkait vaksin palsu telah muncul sejak 2020.

Kong adalah satu dari 70 orang yang ditangkap di negara itu dalam kasus serupa.

4. Vaksinasi di China

Badan kejaksaan tertinggi China, Kejaksaan Agung Rakyat telah mendesak badan-badan regional untuk bekerja sama dengan polisi untuk mengekang kegiatan tersebut.

Para pejabat berharap untuk memberikan 100 juta dosis COVID-19 sebelum Tahun Baru Imlek minggu lalu, tetapi sejauh ini hanya memvaksinasi 40 juta orang. 

Namun, negara tersebut sebagian besar telah berhasil mengendalikan pandemi dengan tindakan penguncian, pengujian, dan pelacakan yang ketat.