Liputan6.com, Jakarta - Laporan Xinhua News pada 2 Februari 2021 mengatakan bahwa polisi China telah menangkap lebih dari 80 orang dan menyita 3.000 dosis vaksin COVID-19 palsu sebagai bagian dari kampanye untuk memerangi kejahatan terkait vaksin.
Para pelaku diketahui telah melakukan penipuan vaksin itu setidaknya sejak September 2020.
Pihak kepolisian China menyatakan, semua dosis vaksin palsu itu telah dilacak.
Advertisement
Pemerintah China, dalam tanggapannya terhadap kasus tersebut, melakukan puluhan penangkapan atas produksi dan distribusi vaksin COVID-19 palsu, pencungkilan harga dan inokulasi ilegal.
Satu kelompok tersangka mendapat untung sekitar 18 juta yuan (US $2,8 juta) dengan mengemas larutan garam atau air mineral dalam 58.000 dosis vaksin palsu, menurut Xinhua.
Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Dr. Tri Yunis Miko Wahyono, membeberkan cara membedakan vaksin COVID-19 palsu dengan yang asli.
"Pasti ada tanda-tanda khusus pada vaksin asli, jadi bisa dilihat dari dalam botolnya ada tanda yang tidak bisa ditiru oleh vaksin palsu, yaitu tanda kadaluarsa".
"Tanda kadaluarsa (vaksin) itu tidak bisa ditiru oleh vaksin palsu".
Dr. Tri Yunis Miko Wahyono menjelaskan bahwa dari segi pengemasan vaksin, seperti botol, tutup, dan lainnya bisa saja dipalsukan, namun ditegaskannya bahwa tanda kadaluarsa vaksin tidak bisa ditiru.
"Kalau vaksin dari China, kita beli langsung dari pabriknya Sinovac, jadi terjamin (keasliannya) karena langsung dari pabrik," jelasnya, mengingat Indonesia yang menggunakan vaksin COVID-19 Sinovac dari China untuk warga, di tengah isu beredarnya vaksin palsu di Negeri Tirai Bambu tersebut.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Vaksinasi Mandiri Tidak Dianjurkan
Dr. Tri Yunis Miko Wahyono memperingatkan, "Kemudian, yang bahaya adalah vaksin mandiri, baik untuk tidak membiarkan orang-orang membeli vaksin sendiri".
"Ada kemungkinan membeli vaksin sendiri bisa terjebak dengan vaksin palsu," jelasnya. Ia pun menyarankan untuk mendapatkan akses vaksinasi COVID-19 dari pemerintah, untuk meghindari pembelian dan pemakaian vaksin COVID-19 palsu.
"Jadi kalau dengan pemerintah ada perjanjian government-to-government (pemerintah), atau seperti janji bussiness to bussiness nya, perjanjian pabrik ke pabriknya, membuatnya vaksin itu pasti asli," terang Dr. Tri Yunis Miko Wahyono.
"Jadi swasta kalau mau beli (vaksin) baiknya dari pemerintah," bebernya.
"Kalaupun ada perjanjian bussiness to bussiness, kalau bisa pemerintah menunjang, ada pernjanjian government-to-government-nya juga, bukan hanya B to B," tambah Dr. Tri Yunis Miko Wahyono.
Advertisement