Liputan6.com, Jakarta - Facebook pada Minggu (21/2) menghapus halaman utama militer Myanmar karena aturan media sosial itu melarang adanya hasutan kekerasan. Penghapusan tersebut dilakukan sehari setelah tewasnya dua pengunjuk rasa ketika polisi melepaskan tembakan pada demonstran.
"Sejalan dengan kebijakan global kami, kami telah menghapus Halaman Tim Informasi Berita Sejati Tatmadaw dari Facebook karena pelanggaran berulang terhadap Standar Komunitas kami yang melarang hasutan kekerasan dan mengoordinasikan tindakan merugikan," kata seorang perwakilan Facebook dalam sebuah pernyataan, sebagaimana diwartakan Reuters, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (22/2/2021). Militer Myanmar dikenal sebagai Tatmadaw.
Advertisement
Baca Juga
Juru bicara militer tidak menanggapi panggilan telepon Reuters untuk meminta komentar.
Dua orang tewas pada protes di Mandalay, Sabtu (20/2), ketika polisi dan tentara menembaki pengunjuk rasa yang menentang kudeta terhadap Aung San Suu Kyi. Demonstrasi kemarin adalah hari paling berdarah di Myanmar dalam protes-protes yang berlangsung lebih dari dua minggu yang bertujuan menentang kudeta militer 1 Februari.
Facebook dalam beberapa tahun terakhir telah terlibat dengan aktivis hak-hak sipil dan partai politik demokratis di Myanmar dan melawan militer setelah mendapat kecaman internasional karena dianggap gagal dalam menahan kampanye kebencian secara online.
Pada tahun 2018, Facebook melarang panglima militer Min Aung Hlaing - sekarang penguasa militer - dan 19 perwira dan organisasi senior lainnya, serta menghapus ratusan halaman dan akun yang dijalankan oleh anggota militer.
Menjelang pemilihan November, 2020 Facebook mengumumkan telah menghapus jaringan 70 akun palsu dan halaman yang dioperasikan oleh anggota militer Myanmar yang telah mengunggah konten positif tentang tentara atau kritik terhadap Suu Kyi dan partainya.
Simak video pilihan berikut:
Dua Demonstran Anti-Kudeta Myanmar Tewas dalam Aksi Protes Lanjutan
Dua orang dilaporkan tewas dalam protes anti-kudeta militer Myanmar --menjadikan peristiwa itu sebagai aksi kekerasan terburuk dalam lebih dari dua pekan demonstrasi.
Polisi disebut menggunakan peluru tajam untuk membubarkan demonstran di Mandalay, kata laporan dari lapangan. Setidaknya 20 orang terluka, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (21/2/2021).
Ratusan orang berkumpul untuk unjuk rasa di galangan kapal di kota terbesar kedua di Myanmar itu.
Demonstran menuntut pembebasan pemimpin sipil terpilih Aung San Suu Kyi ditahan usai menjadi target kudeta militer 1 Februari 2021.
Pendemo juga menunut pembebasan anggota lain dari partai National League for Democracy (NLD) pimpinan Suu Kyi.
Militer menyebut kemenangan telak NLD dalam pemilu November 2020 adalah kecurangan, tetapi belum memberikan bukti.
Bentrokan pecah di Mandalay ketika polisi berhadapan dengan demonstran dan menyerang pekerja galangan kapal.
Laporan mengatakan beberapa pengunjuk rasa melemparkan proyektil ke polisi, yang merespons dengan gas air mata dan peluru tajam.
Beredar foto-foto yang menunjukkan temuan kartrid peluru di lokasi demo.
Kerabat salah satu dari korban tewas mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa korban adalah seorang tukang kayu, berusia 36 tahun, yang tertembak di dada. Korban jiwa lainnya - laporan mengatakan seorang anak di bawah 18 - tertembak di kepala.
Uni Eropa mengatakan sangat mengutuk kekerasan itu dan kedutaan besar AS di Myanmar mengatakan itu "sangat bermasalah".
Singapura, investor besar di Myanmar, memperingatkan "konsekuensi merugikan serius bagi Myanmar dan kawasan" jika kekerasan terus meningkat.
Advertisement