Sukses

Inggris Minta PBB Perhatikan Muslim Uighur dan Rakyat Myanmar

Pemerintah Inggris membahas pelanggaran HAM di berbagai negara, termasuk yang menimpa Muslim Uighur dan rakyat Myanmar.

Liputan6.com, London - Pemerintahan Inggris menyorot nasib Muslim Uighur dan rakyat Myanmar pada pertemuan tingkat tinggi Dewan HAM PBB. Inggris baru kembali sebagai anggota Dewan pada Oktober 2020. 

Tahun 2021, Sesi ke-46 Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa akan berlangsung dari 22 Februari - 23 Maret 2021 secara virtual.

"Kami utamanya menaruh fokus pada mendukung kebebasan agama dan kepercayaan, membela kebebasan media, dan juga mendukung nilai-nilai demokrasi liberal," ujar Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab pada pidatonya, dikutip Selasa (23/2/2021).

Isu kudeta Myanmar diungkit Menlu Raab karena dinilai semakin memburuk. Krisis politik di Myanmar juga berpotensi menambah risiko bagi kelompok minoritas seperti Rohingya. 

"Posisi di Myanmar semakin buruk. Pelanggaran dan pelecehan telah terdokumentasi dengan jelas, termasuk penahanan sewenang-wenang dan pembatasan yang kejam atas kebebasan berekspresi," ujar Menlu Raab. 

Inggris lantas berencana untuk mensponsori bersama resolusi yang memperbarui mandat Pelapor Khusus untuk Myanmar agar terus bertugas. Sebelumnya, Inggris juga sudah menjatuhkan sanksi ke sejumlah pejabat militer dan politik Myanmar. Mereka dipastikan tidak bisa ke Inggris atau menggunakan jasa bank Inggris.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Situasi Muslim Uighur Sangat Parah

Menlu Raab turut membahas pelanggaran HAM yang menimpa Muslim Uighur. Ia menyorot tindakan seperti kerja paksa dan sterilisasi paksa.

"Situasi di Xinjiang sangat parah. Laporan penganiayaan, termasuk penyiksaan, kerja paksa, dan pemaksaan sterilisasi perempuan, sangatlah ekstrim dan ekstensif," ujarnya.

"Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, atau ahli pencari fakta independen lainnya, harus - dan saya ulangi lagi – harus segera diberikan akses yang tidak terbatas ke Xinjiang," lanjutnya. 

Inggris juga akan berjanji untuk terus memperhatikan kondisi di Suriah. 

Masalah pelanggaran HAM lainnya yang disorot Inggris adalah masalah di Belarus terkait pilpres 2020, kemudian Alexey Navalny di Rusia. 

"Sungguh memalukan bahwa Alexey Navalny, yang juga menjadi korban kejahatan keji, kini telah dijatuhi hukuman atas tuduhan yang tidak masuk akal. Perlakuan terhadap Navalny dan kekerasan yang dilakukan terhadap pengunjuk rasa damai semakin memperkuat kekhawatiran dunia bahwa Rusia gagal memenuhi kewajiban internasionalnya," ujar Menlu Raab.

3 dari 3 halaman

Sanksi Inggris ke Pejabat Myanmar

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab mengumumkan sanksi terhadap petinggi militer Myanmar atas pelanggaran HAM pasca-kudeta militer terhadap Aung San Suu Kyi. Tiga orang yang diberi sanksi menjabat di level menteri.

Tiga menteri Myanmar itu adalah Jenderal Mya Tun Oo (menteri pertahanan), Letjen Soe Htut (menteri dalam negeri), dan Letjen Than Hlaing (wakil menteri dalam negeri).

Jenderal Mya Tun Oo disanksi karena pelanggaran berat yang dilakukan militer, sementara dua lainnya disanksi karena pelanggaran HAM oleh kepolisian.

"Militer dan polisi Myanmar telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, termasuk pelanggaran hak untuk hidup, hak kebebasan berkumpul, hak untuk tidak ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang, dan hak atas kebebasan berekspresi," demikian pernyataan resmi dari Kedutaan Besar Inggris di Indonesia, Jumat (19/2).

Sanksi ini turut diberikan oleh Kanada yang juga bagian dari negara Persemakmuran (Commonwealth). Totalnya, ada 16 tokoh militer di Myanmar yang dijatuhkan sanksi.

Mereka semua kini dilarang masuk Inggris, menyalurkan uang lewat bank-bank Inggris, atau mengambil keuntungan dari ekonomi Inggris.