Liputan6.com, Jakarta- Lebih dari 20 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam serangkaian ledakan di Guinea Khatulistiwa, kata kementerian kesehatan negara itu. Guinea Khatulistiwa merupakan negara yang terletak di pantai barat Afrika Tengah, dengan luas 28,000 kilometer persegi.
Sekitar 500 orang terluka setelah ledakan yang terjadi di dekat barak militer di kota utama, Bata pada Minggu 7 Maret waktu setempat.
Presiden Equatorial Guinea, Teodoro Obiang Nguema mengatakan, ledakan itu disebabkan oleh "kelalaian" terkait penyimpanan dinamit di barak.
Advertisement
Dilansir BBC News, Senin (8/3/2021) foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan asap besar dan kerusakan yang meluas. Stasiun televisi pemerintah juga menunjukkan warga-warga yang sedang mencari korban di reruntuhan dan mengangkat puing-puing dari bangunan yang runtuh.
Presiden Teodoro Obiang Nguema menerangkan dalam sebuah pernyataan bahwa dampak ledakan "menyebabkan kerusakan di hampir semua rumah dan bangunan di Bata".
Ia pun dan meminta bantuan internasional untuk memberikan bantuan. Insiden tersebut kemungkinan terjadi menyusul pembakaran lahan di sekitar barak oleh petani.
Melalui Twitter, kementerian kesehatan negara itu telah meminta tenaga medis secara sukarela membantu perawatan di RSUD Bata. Pihaknya juga meminta donor darah karena tingginya jumlah korban ledakan.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Berikut Ini:
Rumah Sakit Hadapi Kelonjakan Pasien
Tiga rumah sakit terdaftar mengatasi pasiedn dengan "luka serius dan sangat serius" sehigga harus dipindahkan.
Beberapa rumah sakit lokal kewalahan dengan jumlah pasien yang dirawat, menurut laporan media lokal, TVGE.
Rekaman video yang beredar di media pasca setelah ledakan menunjukkan situasi dari orang-orang yang tertekan melarikan diri saat asap bermunculan di atas area tersebut.
"Kami mendengar ledakan dan kami melihat asap, tapi kami tidak tahu apa yang terjadi," kata seorang penduduk setempat kepada kantor berita AFP.
Di Twitter , Duta Besar Prancis Olivier Brochenin mengirimkan belasungkawa kepada para korban, menggambarkan insiden ledakan tersebut sebagai "bencana".
Kedutaan Besar Spanyol di Equatorial Guinea juga mengatakan warga negaranya harus tetap berada di rumah dan mengeluarkan serangkaian nomor darurat.
Equatorial Guinea adalah negara jajahan Spanyol hingga kemerdekaannya pada tahun 1968.
Advertisement