Sukses

Minta Perlindungan, Bos Narkoba Mengaku Suap Presiden Honduras Rp 3,5 Miliar

Uang tersebut merupakan imbalan atas kontrak pemerintah yang sedang berlangsung, perlindungan dari penangkapan, dan mencegah ekstradisi ke Amerika Serikat.

Liputan6.com, New York Seorang bos narkoba Honduras bersaksi di pengadilan New York pada bahwa ia menyuap Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez $250.000 (Rp 3,5 Miliar) untuk mengamankan kontrak pemerintah serta perlindungan dari penangkapan dan ekstradisi ke Amerika Serikat.

Uang tersebut merupakan imbalan atas kontrak pemerintah yang sedang berlangsung, perlindungan dari penangkapan, dan mencegah ekstradisi ke Amerika Serikat.

Bos bandar narkoba Los Cachiros bernama Devis Leonel Rivera Maradiaga tersebut mengungkapkannya dalam pengadilan di New York, AS. Rivera bersaksi di persidangan tersangka pengedar narkoba bernama Geovanny Fuentes Ramirez.

"(Uang) itu untuk perlindungan (kami), jadi baik militer maupun polisi pencegahan tidak akan menangkap saya atau saudara saya di Honduras dan karena itu kami tidak akan diekstradisi ke Amerika Serikat," kata Rivera seperti dikutip dari usnews.com, Jumat (12/3/2021).

Uang tersebut dibayarkan pada 2012 ketika Hernandez menjadi kepala Kongres Honduras, secara tunai kepada saudara perempuan presiden yang sekarang sudah meninggal, Hilda. Rivera membuat kesepakatan dengan Drug Enforcement Administration pada 2013 dan menyerahkan dirinya sekitar dua tahun kemudian setelah Amerika Serikat memberi sanksi kepada perusahaan cangkang yang menurut Rivera dimilikinya.

Rivera juga mengatakan uang yang dibayarkan kepada Hernandez untuk memastikan pemerintah akan terus memberikan kontrak untuk pembangunan jalan agar "melanjutkan pencucian uang dari perdagangan narkoba."

 

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Presiden Mel Zalaya Ikut Terlibat

Selain itu, Rivera mengaku membayar mantan Presiden Mel Zelaya setengah juta dolar pada 2006 untuk menunjuk sepupunya ke posisi menteri keamanan, sebuah pengangkatan yang tidak pernah terwujud. Zelaya membantah tuduhan tersebut.

"Bukti tak terbantahkan bahwa saya tidak pernah menerima suap adalah bahwa saya tidak pernah menunjuk menteri dari kejahatan terorganisir atau di bawah tekanan dari kedutaan AS," katanya di Twitter.

Rivera mengatakan, dia membayar Wakil Presiden saat ini dan calon presiden Ricardo Alvarez $ 500.000 (Rp 7,2 Miliar) sebagai imbalan perlindungan dari penangkapan atau ekstradisi. Alvarez diduga berjanji untuk menghapus undang-undang ekstradisi antara Amerika Serikat dan Honduras jika dia terpilih.

"Saya merasa prihatin karena DEA dan pengadilan di New York menyebut diri saya dan saudara laki-laki saya dan tidak menyebut politisi penyelundup narkoba korup yang telah kami suap," katanya. "Mereka tidak menyebut polisi dan militer yang bekerja dengan kami."

Dalam pernyataan yang diposting di Twitter, Alvarez membantah keras menerima uang dari Rivera atau orang lain yang dituduh melakukan perdagangan narkoba atau bentuk kejahatan terorganisir lainnya.

"Saya tidak menyembunyikan apa pun," katanya. "Mengingat bahwa saya dapat membuktikan legalitas pendapatan saya, saya berada dalam posisi otoritas di negara saya."

Hernandez, sekutu utama Amerika Serikat di bawah pemerintahan Obama dan Trump, baik dalam operasi imigrasi dan anti-narkotika di wilayah tersebut, yang terdaftar sebagai rekan konspirator dalam dakwaan Fuentes Ramirez. Ia berulang kali membantah terlibat dalam perdagangan narkoba.

Fuentes Ramirez mengaku tidak bersalah pada hari Senin 8 Maret. Tuduhan tersebut pun mempersulit upaya pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden untuk mengatasi penyebab migrasi dari Amerika Tengah dengan menginvestasikan $4 miliar (Rp 57 Trilliun) di wilayah tersebut, termasuk Honduras.

3 dari 3 halaman

Keaslian Kesaksian Rivera

Dalam serangkaian tweet pada Senin 8 Maret, Hernandez mengatakan bahwa pengedar narkoba memberikan kesaksian palsu terhadapnya kepada otoritas AS sebagai balas dendam terhadap pemerintahnya dan untuk mengurangi hukuman mereka sendiri. Dia mengatakan kerja sama anti-narkotika Honduras akan dirugikan jika pihak berwenang AS mempercayainya.

Jaksa penuntut mengatakan Fuentes Ramirez mulai memperdagangkan sejumlah kecil narkoba pada 2009, tetapi baru pada 2013, ketika dia bermitra dengan Hernandez, yang saat itu menjadi calon presiden, bisnisnya mulai "berkembang".

Jaksa penuntut menuduh bahwa Fuentes Ramirez melaporkan "langsung ke Tony Hernandez," saudara laki-laki presiden, yang dihukum di pengadilan federal di Manhattan atas perdagangan narkoba dan dakwaan senjata terkait pada Oktober 2019.

Dalam persidangan itu, jaksa penuntut AS mengatakan Presiden Hernandez telah menerima jutaan suap dari pengedar narkoba.

 

Reporter: Lianna Leticia