Sukses

Uni Eropa Sah Jadi Area Bebas bagi Komunitas LGBT

Uni Eropa telah dideklarasikan menjadi area kebebasan untuk komunitas LGBT.

Jakarta - Uni Eropa kini telah dideklarasikan dan sah menjadi area kebebasan bagi komunitas LGBT.

Parlemen Eropa telah mengeluarkan resolusi pada Kamis (11/3) yang menyatakan Uni Eropa sebagai "zona kebebasan LGBTIQ."

Langkah tersebut bertujuan untuk memastikan perlindungan bagi komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer di seluruh blok, sekaligus juga untuk menentang negara-negara anggota dengan kebijakan anti-LGBT+.

"Hak LGBTIQ adalah hak asasi manusia," demikian bunyi resolusi itu. Resolusi itu disahkan dengan dukungan dari 492 anggota parlemen, sementara 141 suara menentang, dan 46 abstain. Demikian seperti mengutip DW Indonesia, Jumat (12/3/2021).

Tindakan lintas partai menargetkan "meningkatnya ujaran kebencian oleh otoritas publik dan pejabat terpilih," menurut resolusi tersebut.

Resolusi tersebut juga secara khusus menyebut Presiden Polandia Andrzej Duda, yang memenangkan pemilu pada musim panas lalu setelah sering berbicara menentang hak-hak LGBT, dan menggambarkan anggota komunitas itu sebagai ancaman bagi keluarga.

Hungaria juga disorot dalam resolusi tersebut karena adanya hak-hak fundamental yang "sangat dihalangi" akibat larangan de facto atas pengakuan legal gender bagi transgender dan interseks.

Resolusi tersebut tidak hanya berfokus pada Polandia dan Hungaria, tetapi juga mengkritik undang-undang dan praktik diskriminatif yang dituduhkan di seluruh Uni Eropa.

"Sementara orang LGBTIQ di Polandia menghadapi diskriminasi sistematis, ini juga merupakan masalah di seluruh UE, dengan sedikit atau tidak ada kemajuan yang dibuat dalam mengurangi diskriminasi dan pelecehan yang terus-menerus terjadi."

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Pro Kontra

Pemerintah Polandia menentang tindakan ini, dengan alasan bahwa sebagai negara berdaulat dan masyarakat yang lebih konservatif, mereka memiliki hak untuk mempertahankan apa yang dipandangnya sebagai nilai-nilai tradisional keluarga.

Anggota Parlemen Jerman Terry Reintke, salah satu yang mendukung resolusi tersebut, memuji "mayoritas besar" yang mendukung langkah ini.

"Kita akan memperjuangkan keselamatan kita. Kita akan memperjuangkan kesetaraan kita. Kita akan memperjuangkan kebebasan kita," kata anggota Partai Hijau ini lewat Twitternya.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan mendukung langkah ini menjelang pengambilan suara di parlemen."Menjadi diri sendiri bukanlah ideologi. Itu identitas Anda. Tidak ada yang bisa mengambilnya," tulisnya di Twitter pada Rabu (19/03).

Sebelum resolusi disahkan, DW mewawancarai Evelyne Paradis, Direktur Eksekutif ILGA-Eropa, sebuah LSM yang mengadvokasi hak asasi manusia dan kesetaraan bagi orang LGBT+.

Paradis mengatakan inisiatif tersebut adalah "pesan dukungan yang penting, tentu saja untuk orang-orang LGBT+ di seluruh Uni Eropa dan sekitarnya."

3 dari 3 halaman

Zona Bebas LGBT

Sejak 2019, lebih dari 100 kota di Polandia telah melembagakan resolusi yang menyatakan diri mereka sebagai "zona bebas LGBT". Kebijakan pembatasan serupa telah diberlakukan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban.

Sampai sekarang, resolusi Uni Eropa bersifat simbolis. Meski ini dipandang sebagai kemenangan bagi hak LGBT+, banyak yang berharap resolusi ini didukung aksi nyata.

"Ya, akan hanya isyarat kosong kalau tidak dibarengi aksi,” kata Paradis, "aksi di banyak lini, aksi di Uni Eropa dan Komisi Eropa,” imbuhnya.

Tindakan itu bisa memberikan dampak. Di Polandia, di mana mereka yang secara politik aktif dalam komunitas LGBT+ "telah menerima ancaman pembunuhan," kata Paradis.

Selain itu, menurut Kuba Gawron, aktivis yang telah mendokumentasikan resolusi anti-LGBT+ lokal bersama kelompok Atlas of Hate, tidak disebutkan secara khusus dalam KUHP Polandia terkait kejahatan homofobia, sehingga polisi tidak menyimpan statistik kejahatan semacam itu.

Di luar Polandia, resolusi tersebut menyoroti 40 pemerintah daerah lainnya yang mengadopsi apa yang disebut "piagam pemerintah daerah tentang hak keluarga," untuk melindungi "anak-anak dari korupsi moral."

Ini juga membahas bahwa hanya dua negara Uni Eropa - Malta dan Jerman - yang melarang "terapi konversi",' sebuah upaya kontroversial dan berpotensi berbahaya untuk mengubah orientasi seksual seseorang.