Sukses

PBB Khawatir COVID-19 Bisa Jadi Wabah Musiman

Lebih dari setahun setelah COVID-19 pertama kali muncul di China, sejumlah misteri masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.

Liputan6.com, Washington D.C - PBB memperingatkan bahwa pandemi Corona COVID-19 tampaknya akan berkembang menjadi penyakit musiman.

Lebih dari setahun setelah pandemi Virus Corona pertama kali muncul di China, sejumlah misteri masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.

Dalam laporan pertamanya, tim ahli yang ditugaskan untuk mencoba menjelaskan salah satu misteri tersebut dengan memeriksa potensi pengaruh meteorologi dan kualitas udara pada penyebaran COVID-19, menemukan beberapa indikasi penyakit tersebut akan berkembang menjadi ancaman musiman.

Tim beranggotakan 16 orang yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia PBB menunjukkan bahwa infeksi virus pernapasan seringkali bersifat musiman, demikian dikutip dari laman Hindustantimes, Jumat (19/3/2021).

"Khususnya puncak musim gugur-musim dingin sangat rawan influenza dan virus corona."

"Ini telah memicu harapan bahwa, jika terus berlanjut selama bertahun-tahun, COVID-19 terbukti menjadi penyakit musiman yang kuat," katanya dalam sebuah pernyataan.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pelonggaran Aktivitas di Tengah COVID-19

Studi pemodelan mengantisipasi bahwa penularan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, "dapat menjadi musiman seiring waktu".

Tetapi dinamika penularan Covid-19 sejauh ini tampaknya dipengaruhi terutama oleh intervensi pemerintah seperti mandat masker dan pembatasan perjalanan.

Oleh karena itu, tim bersikeras bahwa cuaca dan kondisi iklim saja tidak boleh menjadi pemicu untuk melonggarkan pembatasan anti-COVID-19.

"Pada tahap ini, bukti tidak mendukung penggunaan faktor meteorologi dan kualitas udara sebagai dasar bagi pemerintah untuk melonggarkan intervensi mereka yang bertujuan untuk mengurangi transmisi COVID-19," kata ketua tim tugas Ben Zaitchik di John Hopkins University, Amerika Serikat.

Dia menunjukkan bahwa selama tahun pertama pandemi, infeksi di beberapa tempat meningkat pada musim panas, "dan tidak ada bukti bahwa hal ini tidak dapat terjadi lagi di tahun mendatang".