Liputan6.com, Washington D.C - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden tengah menyusun rencana yang bertujuan untuk mengatur ulang hubungan negaranya dengan Palestina, yang merenggang di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump.
Dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (19/3/2021) hal itu terungkap dalam sebuah rancangan memo internal. Laporan Reuters pada Kamis (18/3), yang mengutip dua sumber yang mengetahui dokumen Departemen Luar Negeri AS, mengatakan rencana itu masih dalam tahap awal.Â
Baca Juga
Meski masih dalam tahap awal, rencana itu bisa menjadi dasar untuk membatalkan sebagian dari pendekatan Trump yang dikecam Palestina sebagai sangat bias dalam mendukung Israel.
Advertisement
Rencana Biden tersebut, pertama kali dilaporkan oleh surat kabar yang berbasis di Uni Emirat Arab, The National.
Para penasihat Biden, sejak ia resmi menjabat menjadi presiden ASÂ pada 20 Januari, mengatakan mereka berniat untuk memperbaiki hubungan dengan warga Palestina.
Pemerintahan Biden bahkan telah berjanji untuk memulai kembali bantuan ekonomi dan kemanusiaan bernilai ratusan juta dolar, serta berupaya membuka kembali misi diplomatik Palestina di Washington D.C.
Selain itu, para pembantu Biden juga telah menjelaskan bahwa mereka ingin menetapkan kembali tujuan dari solusi kedua negara sebagai prioritas kebijakan AS terkait penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Namun upaya itu tentunya dilakukan secara dengan berhati-hati karena Israel akan menggelar pemilu pada 23 Maret, dan diikuti oleh pemilu Palestina yang dijadwalkan dalam beberapa bulan mendatang.
Saksikan Video Berikut Ini:
Dana Bantuan
Sebagian dari draf memo yang dikutip oleh The National, mengatakan visi AS adalah "untuk memajukan kebebasan, keamanan, dan kemakmuran bagi Israel dan Palestina dalam waktu dekat."
Tak hanya itu, dokumen tersebut juga menyebut bantuan AS untuk pandemi COVID-19 di Palestina sebesar US$15 juta.
Dana bantuan tersebut kemungkinan akan diumumkan pada akhir Maret 2020.
Seorang sumber yang enggan mengungkap identitasnya, mengatakan bahwa dokumen itu adalah rancangan awal yang dapat direvisi. Kajian antarlembaga akan diperlukan untuk versi akhir dari dokumen tersebut dan versi final.
Dalam konferensi pers harian, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jalina Porter menyatakan kepada wartawan: "Kami tidak memiliki komentar apa pun tentang memo tersebut itu".
Advertisement