Liputan6.com, Berlin - Kasus COVID-19 meningkat secara eksponensial di Jerman, kata para pejabat yang menambahkan bahwa negara Eropa itu kemungkinan akan menghadapi gelombang infeksi ketiga.
Badan kesehatan masyarakat Jerman, Robert Koch Institute, mengatakan bahwa varian virus COVID-19 yang sangat menular dapat memaksa negara itu kembali ke lockdown.
Prancis, Polandia, dan negara-negara lain memperkenalkan kembali pembatasan.
Advertisement
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn telah mengatakan bahwa Eropa kekurangan vaksin yang diperlukan untuk secara signifikan mengurangi kasus.
Baca Juga
"Kita harus jujur tentang situasi di Eropa, di mana kita tidak memiliki cukup vaksin untuk menghentikan gelombang ketiga melalui vaksinasi saja," katanya kepada wartawan pada Jumat 20 Maret 2021.
Peningkatan kasus yang dilaporkan di Jerman dikatakan dipicu oleh wabah di kalangan anak muda, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (21/3/2021).
Spahn mengatakan kenaikan jumlah kasus bisa berarti bahwa pembatasan, yang baru saja mulai dilonggarkan, mungkin harus diberlakukan kembali.
"Jumlahnya naik, pangsa mutasi besar dan ada beberapa minggu yang cukup menantang di depan kita," katanya.
Para menteri sangat prihatin dengan liburan Paskah. Mereka mendesak orang untuk tidak bepergian dan membatasi pertemuan dengan keluarga dekat.
Hanya 8% dari populasi Jerman sejauh ini telah menerima dosis pertama vaksin, meskipun pemerintah pada hari Jumat melanjutkan peluncuran vaksin Oxford-AstraZeneca --setelah sebelumnya kampanye sempat dihentikan sementara atas kekhawatiran kemungkinan efek samping.
Simak video pilihan berikut:
Peningkatan Eksponensial
Wakil presiden Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular, Lars Schaade, memperingatkan kemungkinan "banyak kasus dan kematian parah, dan rumah sakit yang kewalahan".
RKI telah mengatakan bahwa kasus-kasus di Jerman meningkat pada "tingkat eksponensial yang sangat jelas".
Terlepas dari jaminan dari regulator obat-obatan Eropa bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif, beberapa negara tetap enggan untuk melanjutkan kampanye mereka menggunakan vaksin asal Inggris tersebut.
Otoritas kesehatan Finlandia telah mengumumkan jeda dalam penggunaan vaksin yang akan berlangsung setidaknya seminggu.
Langkah itu, yang mengikuti dua laporan gumpalan darah pada pasien yang telah menerima vaksin di negara itu, dikatakan sebagai tindakan pencegahan.
Sementara itu, Swedia, Denmark, dan Norwegia mengatakan pada Jumat bahwa mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk menentukan apakah mereka harus melanjutkan inokulasi AstraZeneca.
Jerman, Italia, Prancis, Spanyol, dan Belanda adalah salah satu negara yang telah memulai kembali kampanye vaksinasi AstraZeneca mereka.
Otoritas kesehatan di Prancis telah merekomendasikan bahwa vaksin hanya ditawarkan kepada orang-orang berusia 55 tahun ke atas.
Badan Obat-obatan Eropa (EMA) meninjau vaksin setelah 13 negara Eropa menangguhkan penggunaan vaksin atas kekhawatiran hubungan dengan gumpalan darah.
Mereka menemukan vaksin itu "tidak terkait" dengan risiko gumpalan yang lebih tinggi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendesak negara-negara untuk terus menggunakan vaksin AstraZeneca.
Pada hari Jumat, para ahli di WHO mengatakan vaksin memiliki "potensi luar biasa untuk mencegah infeksi dan mengurangi kematian di seluruh dunia".
"Data yang tersedia tidak menyarankan peningkatan kondisi pembekuan secara keseluruhan seperti trombosis vena dalam atau emboli paru setelah pemberian vaksin Covid-19," kata Komite Penasihat Global WHO tentang Keamanan Vaksin dalam sebuah pernyataan.
Advertisement