Sukses

Berhantu hingga Tak Nyaman, Alasan Para PM Jepang Ogah Tinggal di Rumah Dinas

Sejak dibangun, hanya ada tujuh PM yang tinggal di sana sejak ditetapkan sebagai Kediaman Resmi.

Liputan6.com, Tokyo - Kediaman resmi Perdana Menteri (PM) Jepang yang awalnya dibangun pada tahun 1929, telah kosong selama bertahun-tahun dan banyak Kepala Negara Jepang menolak untuk tinggal di sana selama masa jabatannya.

Dikutip dari Mashable SE Asia, Minggu (21/3/2021), bangunan tersebut awalnya digunakan sebagai Kantor Perdana Menteri dan memiliki luas lantai 5.183 meter persegi yang cukup besar tetapi sejak dibangun, hanya ada tujuh PM yang tinggal di sana sejak ditetapkan sebagai Kediaman Resmi.

Yoshihide Suga, PM Jepang sekarang, menghadapi banyak kritik dari pihak oposisinya karena tidak tinggal di gedung tersebut yang membutuhkan biaya pajak lebih dari 21 miliar rupiah untuk dipertahankan pada tahun 2020.

Yoshihiko Noda, PM Jepang dari 2011 hingga 2012 mempertanyakan keputusan Suga untuk tinggal di apartemennya yang membutuhkan waktu 20 menit untuk mencapai Kantor Perdana Menteri. Salah satu perhatian utama dari hal tersebut adalah jika Suga tinggal di gedung kediaman resmi, ia bisa langsung memimpin pertemuan darurat.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

2 dari 3 halaman

Kediaman Resmi Bukanlah Gedung yang Nyaman untuk Ditempati

Yoshihiko Noda, PM Jepang dari 2011 hingga 2012 mempertanyakan keputusan Suga untuk tinggal di apartemennya yang membutuhkan waktu 20 menit untuk mencapai Kantor Perdana Menteri. Salah satu perhatian utama dari hal tersebut adalah jika Suga tinggal di gedung kediaman resmi, ia bisa langsung memimpin pertemuan darurat.

"Apa yang akan terjadi jika ada gempa bumi tepat di Tokyo?" kata Noda. "Lalu lintas mungkin tidak bisa dilewati. Butuh lebih dari 20 menit. Tapi untuk berjalan dari Kediaman Perdana Menteri ke Kantor hanya butuh waktu nol menit."

Perlu diingat bahwa gedung tersebut memiliki sejarah dengan banyak kematian. Hanya empat tahun setelah pembunuhan inukai, saudara ipar dari PM Keisuke Okada, bersama dengan empat pria lainnya, ditembak dan dibunuh dalam upaya kudeta militer yang dikenal sebagai insiden 26 Februari.

Para ahli percaya bahwa alasan para pemimpin Jepang menolak untuk tinggal di gedung tersebut adalah karena ukurannya yang terlalu besar. Hal tersebut dikatakan oleh Hiromi Murakami, seorang profesor ilmu politik di Temple University Tokyo.

"Saya telah mendengar cerita samar tentang tempat itu berhantu, tapi saya benar-benar tidak berpikir itu bisa digunakan untuk membenarkan Perdana Menteri tidak pindah," kata Murakami.

"Tapi saya juga pernah mendengar bahwa kediaman ini bukanlah tempat yang 'nyaman' untuk ditempati. Orang Jepang sudah terbiasa dengan rumah kecil dan padat, jadi tiba-tiba diminta pindah ke tempat besar seperti itu akan terasa sangat aneh. Itu mungkin alasan yang lebih mungkin daripada laporan tentang hantu."

 

Reporter: Paquita Gadin

3 dari 3 halaman

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19