Sukses

Butuh Tenaga Pembantu, 10 Ribu Keluarga di Malaysia Kewalahan Selama Pandemi COVID-19

Sekitar 10 ribu keluarga di Malaysia dilaporkan membutuhkan tenaga pembantu.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Kebutuhan mendesak akan pembantu rumah tangga asing terjadi di tengah keluarga di Malaysia yang saat ini maypritas bekerja dari rumah.

Presiden Asosiasi Nasional Sumber Daya Manusia Malaysia (Pusma) Zarina Ismail, mengatakan bahwa ada lebih dari 10.000 keluarga yang menderita saat mereka menunggu untuk mendapatkan pembantu rumah tangga.

 "Yang menambah kesengsaraan mereka adalah banyak PRT asing yang ada akan segera mengakhiri kontrak kerja mereka dan kembali ke negara mereka," katanya dalam konferensi pers, Kamis (25/3).

Mengutip The Star, Kamis (Jumat (26/3), Zarina mengatakan ada keluarga yang berjuang untuk mengatasi kekurangan pembantu rumah tangga asing, dan situasinya sangat berat pada lansia yang tinggal sendirian atau mereka yang membutuhkan bantuan.

Dia mencatat bahwa di antara yang paling terpukul adalah para ibu yang bekerja yang harus bekerja dari rumah dan merawat anak-anak mereka yang masih kecil, orang tua yang lanjut usia atau orang tua yang cacat.

"Beberapa anak pergi ke sekolah dua atau tiga kali seminggu dengan yang lain tinggal di rumah."

“Banyak orang tua yang bermasalah karena harus bekerja dari rumah sambil mengurus anak dan rumah tangga,” ujarnya.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Akibat COVID-19

Berdasarkan statistik, 30% perempuan adalah pengambil keputusan di sektor publik sementara 27% adalah direktur di perusahaan swasta, kata Zarina.

Dia juga mempertanyakan "standar ganda" antara penduduk lokal dan ekspatriat di negara itu.

"Ekspatriat diizinkan membawa pembantu rumah tangga mereka sementara penduduk setempat tidak bisa mendapatkannya."

"Apa bedanya jika para pelayan ini berasal dari negara tuan rumah yang sama?" dia bertanya.

Dia mencatat bahwa bahkan pengusaha dan pelajar asing sekarang diizinkan masuk ke negara itu.

Zarina juga mengatakan risiko penyebaran Covid-19 akibat masuknya pembantu rumah tangga asing dapat diabaikan.

Mengutip statistik resmi yang diungkapkan oleh Menteri Senior Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob, dia mengatakan hanya 0,42% dari 117.449 orang asing yang memasuki negara itu telah dites positif terkena virus antara 24 Juli tahun lalu dan 5 Februari tahun ini. Artinya hanya ada satu kasus positif dari 238 pendatang, yang tidak signifikan, tambahnya.

Zarina mengatakan majikan bersedia menanggung biaya RM3.900 untuk tes Covid-19 dan karantina wajib untuk pembantu yang dibawa masuk.

Dia mengatakan perwakilannya telah bertemu dengan Ismail Sabri dan Menteri Sumber Daya Manusia Datuk Seri M. Saravanan untuk menyoroti masalah tersebut.

"Kami telah menulis surat kepada Perdana Menteri juga dan berharap dapat bertemu dengannya segera untuk membahas masalah ini karena keadaan telah mencapai titik kritis," katanya.

3 dari 3 halaman

Harapkan Ada Prosedur

Sementara itu, perwakilan koalisi 1.018 agen pembantu, David Tan, mengatakan pemerintah bisa menerapkan standar operasional prosedur masuknya TKI ke pembantu rumah tangga yang sudah ada.

“Berbeda dengan TKA yang bekerja di sektor lain, PRT datang secara perorangan dan tidak tinggal berkelompok."

"Mereka tidak menimbulkan risiko kesehatan," katanya.

Ia menambahkan, jika situasi terus berlanjut, ada bahaya pekerja asing tidak berdokumen dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga, sehingga menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar bagi pemberi kerja dan masyarakat.

Dia mencatat bahwa petisi online yang dibuat tiga minggu lalu oleh koalisi bagi pemerintah untuk mengizinkan masuknya pembantu rumah tangga telah mengumpulkan lebih dari 4.500 tanda tangan dari keluarga dan agen pembantu yang mengalami kesulitan.

Presiden Asosiasi Pembantu Majikan Malaysia (Mama) Engku Ahmad Fauzi Engku Muhsein mengatakan kekurangan akut pekerja rumah tangga asing di tengah pandemi Covid-19 adalah seruan bagi pemerintah untuk menjadikan pekerjaan itu sebagai profesi yang berkualitas.

Dia mengatakan ini akan mendorong penduduk setempat untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga profesional yang tinggal di dalam atau penuh waktu.

"Bekerja sebagai pembantu rumah tangga seharusnya tidak menjadi pekerjaan terakhir yang tidak disukai," katanya.

Pembekuan masuknya pembantu rumah tangga asing diberlakukan sejak Maret tahun lalu ketika perbatasan ditutup untuk menahan penyebaran Covid-19.