Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara Eropa sedang waspada gelombang baru COVID-19 di tengah vaksinasi COVID-19. Selain itu, varian baru COVID-19 semakin mudah menular.Â
Indonesia kini juga sedang melakukan vaksinasi COVID-19. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran varian baru?Â
Advertisement
Baca Juga
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menegaskan bahwa solusinya adalah jangan kendor mengikuti protokol kesehatan. Testing dan tracing juga tidak boleh dilupakan meski jutaan orang sudah mendapat vaksin.
"Varian baru ya bisa menyebar ke manapun. Prinsipnya begini: yang harus diwaspadai adalah proses penularan. Hal itu terus berjalan, karena itu proses pencegahan harus terus dilakukan," jelas Ede kepada Liputan6.com, Jumat (26/3/2021).
Ede mengingatkan bahwa vaksinasi tidak bisa melindungi 100 persen, terbukti dengan kasus-kasus tertular sesudah mendapatkan dua dosis vaksin.Â
Selain itu, laju vaksinasi di Indonesia juga masih 350 ribu dosis per hari. Ede memberi contoh bahwa 2 juta vaksin sehari saja butuh 3 bulan untuk memvaksinasi sekitar 180 juta orang, sehingga vaksinasi saat ini belum sesuai harapan.
"Selama vaksinasi itu belum selesai, fase 1 dan fase 2, (dan) yang kedua, selama penularan kasus baru masih ditemukan di atas 5 persen positive rate, reproduksi efektif di atas 1, jadi selama itu kita masih diancam kondisi pandemi, dan tak bisa mengendorkan protokol kesehatan," ujarnya.Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
PPKM Mikro Bisa Jadi Solusi
Ia menyebut kebijakan PPKM Mikro bisa menjadi solusi untuk melawan penyebaran virus COVID-19, asalkan kebijakannya sungguh-sungguh.
"Kalau PPKM Mikronya berjalan efektif dan penemuan kasusnya itu juga cepat. Ini kita bisa melimitasi pergerakan dari virus itu. Jadi, tantangannya adalah bagaimana kita bisa melakukan limitasi pergerakan virus," jelas Ede.
Ede menjelaskan bahwa masalah dari varian baru COVID-19 ini adalah penularan yang lebih cepat. Vaksin Sinovac dianggap masih bisa efektif, sebab varian baru ini tidak menunjukan bahwa vaksinnya lebih kebal.Â
"Yang mesti dicatat adalah orang yang sudah divaksin dua kali pun bukan berarti kebal 100 persen. Masih mungkin terinfeksi. Buktinya banyak yang sudah divaksin lengkap kemudian terinfeksi, tapi gejalanya jadi kecil, jadi ringan, sehingga bahkan tanpa gejala. Ini kan artinya level dari persoalan lebih rendah," ujarnya.
Advertisement