Liputan6.com, Jenewa- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan tim WHO yang melakukan perjalanan ke China untuk meneliti asal-usul Virus Corona COVID-19 kesulitan memperoleh data dari Tiongkok.
Salah satu peneliti mengatakan bahwa China menolak memberikan data mentah tentang kasus awal COVID-19 kepada tim WHO. Hal ini berpotensi mempersulit upaya untuk memahami bagaimana pandemi global dimulai.
"Dalam diskusi saya dengan tim, mereka mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi dalam mengakses data mentah," kata Tedros, seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu (31/3/2021).
Advertisement
"Saya berharap studi kolaboratif di masa mendatang mencakup berbagi data yang lebih tepat waktu dan komprehensif," lanjut Tedros.
"Studi pakar internasional tentang sumber virus SARS-CoV-2 tertunda secara signifikan dan tidak memiliki akses ke data dan sampel asli yang lengkap," demikian pernyataan bersama dari Australia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Israel, Jepang, Latvia, Lituania. , Norwegia, Korea Selatan, Slovenia, Inggris, AS dan Uni Eropa.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan negara-negara Barat lainnya pun segera menyerukan kepada China agar memberikan "akses penuh" kepada para ahli ke semua data tentang wabah pada akhir 2019.
Selama empat pekan, Pada Januari dan Februari 2021 tim yang dipimpin WHO yang berkunjung ke Kota Wuhan di China untuk menyelidiki asal-usul epidemi COVID-19.
Dalam laporan akhirnya, yang ditulis bersama dengan para ilmuwan China, tim yang dipimpin WHO mengatakan bahwa virus itu mungkin telah ditularkan dari kelelawar ke manusia melalui hewan lain, dan kebocoran laboratorium adalah hal yang " sangat tidak mungkin "sebagai penyebab.
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Membutuhkan Studi Lebih Lanjut
Kesulitan tim WHO untuk menyimpulkan di mana atau bagaimana COVID-19 mulai menyebar pada manusia menandai kemungkinan berlanjutnya ketegangan tentang bagaimana pandemi dimulai.
Meskipun tim penyelidik menyimpulkan bahwa kebocoran dari laboratorium Wuhan adalah hipotesis yang paling kecil kemungkinannya untuk virus yang menyebabkan COVID-19, Tedros mengatakan masalah tersebut memerlukan penyelidikan lebih lanjut.Â
Hal itu pun memungkinkan diperlukannya lebih banyak misi ke China.
"Saya tidak percaya bahwa penilaian ini cukup ekstensif," kata Tedros kepada negara-negara anggota dalam sambutan yang dirilis oleh WHO.
"Data dan studi lebih lanjut akan dibutuhkan untuk mencapai kesimpulan yang lebih kuat," pungkasnya.
Pemimpin tim WHO, Peter Ben Embarek, menerangkan dalam konferensi pers bahwa "sangat mungkin" virus tersebut telah beredar pada November atau Oktober 2019 di sekitar Wuhan, dan berpotensi menyebar ke luar negeri lebih awal dari yang didokumentasikan sejauh ini.
"Kami mendapat akses ke cukup banyak data di banyak area berbeda, tetapi tentu saja ada area di mana kami mengalami kesulitan untuk mendapatkan data mentah dan ada banyak alasan bagus untuk itu," jelas Ben Embarek - mengutip undang-undang privasi dan batasan lainnya.Â
"Studi fase kedua diperlukan," tambahnya.
Sementara itu, Dominic Dwyer, seorang ahli Australia dalam misi tersebut, mengungkapkan dirinya puas atas temuan bahwa tidak ada "bukti yang jelas" dari masalah di Institut Virologi Wuhan.
Dalam sebuah pernyataan, Duta Besar Uni Eropa untuk PBB di Jenewa, Walter Stevens juga menyerukan studi lebih lanjut dengan "akses tepat, waktu ke lokasi yang relevan, dan ke semua data manusia, hewan dan lingkungan yang tersedia".
Advertisement