Liputan6.com, Darfur- Sebanyak 87 orang telah tewas dalam bentrok antar suku yang telah berlangsung selama lima hari di wilayah Darfur Barat, Sudan.
Ribuan orang juga dilaporkan berupaya menyelamatkan diri dari pertempuran tersebut.
"Komite telah mencatat jumlah korban terbaru. Total 87 tewas dan 191 luka-luka," kata Komite Dokter Darfur Barat, seperti dilansir AFP, Kamis (8/4/2021).
Advertisement
Jumlah korban jiwa terakhir yang dikeluarkan pada Selasa malam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencapai 56 orang.
Pada 3 Maret 2021, terjadi perang antara Massalit dan komunitas Arab di Sudan. Peristiwa itu menyebabkan ribuan orang melarikan diri.
Beberapa orang juga melarikan diri ke negara tetangga Chad, menurut PBB.
Sementara itu, penduduk El Geneina dan PBB telah melaporkan hari-hari pertempuran termasuk tembak-menembak. Insiden tersebut mengakibatkan pembangkit listrik hancur, ambulans diserang dan granat berpeluncur roket menghantam Rumah Sakit utama Sultan Tajeldin.
Rumah sakit lain juga rusak dalam pertempuran itu. Komite dokter mengecam dengan menyebut aksi itu sebagai "perilaku biadab yang tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apapun".
Menurut PBB, Hal ini adalah wabah terbaru di antara masyarakat sejak Januari, yang telah memaksa lebih dari 100.000 orang meninggalkan rumah mereka
Pemerintah Sudan pada 5 April 2021 mengumumkan keadaan darurat dan mengerahkan pasukan ke Darfur Barat.
PBB juga telah menangguhkan penerbangan dan operasi bantuan ke kota itu, pusat utama bantuan kemanusiaan - sebuah keputusan yang menurut badan dunia akan mempengaruhi lebih dari 700.000 orang.
Saksikan Video Berikut Ini:
Kekerasan Antar-Komunitas Mengancam Orang-orang Rentan
Pada hari Selasa, PBB memperingatkan bahwa "kekerasan antar-komunitas semakin memperburuk situasi yang sudah mengerikan bagi orang-orang yang rentan".
Pada tahun 2003, wilayah Darfur dilanda perang saudara yang meletus, menyebabkan sekitar 300.000 orang tewas dan 2,5 juta orang mengungsi, menurut PBB.
Perang itu terjadi ketika pemberontak etnis minoritas bangkit melawan pemerintah yang didominasi diktator Omar al-Bashir.
Khartoum kemudian menanggapi dengan melepaskan milisi terkenal yang didominasikan Arab yang dikenal sebagai Janjaweed, yang direkrut dari suku-suku nomaden di kawasan itu.
Konflik telah mereda selama bertahun-tahun, dan pada Oktober 2021 serangkaian kesepakatan perdamaian terbaru telah disepakati.
Tetapi, wilayah tersebut dibanjiri dengan senjata otomatis dan bentrokan masih meletus setelah konflik bertahun-tahun.
Penduduk yang lama mengungsi selama tahun-tahun terburuk perang, mereka mendapati orang lain telah menempati tanah mereka.
Menyusul penggulingan presiden lama Omar al-Bashir pada April 2019, Sudan berada di tengah-tengah transisi yang sulit - menyusul protes massa terhadap pemerintahannya.
Pemerintah transisi telah mendorong untuk membangun perdamaian dengan kelompok pemberontak di zona konflik utama Sudan, termasuk Darfur.
Sementara itu, Al-Bashir dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas tuduhan genosida selama konflik Darfur.
Advertisement