Sukses

Ketua Asosiasi Medis Jepang Dilema dengan Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo

Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo di musim panas ini dinilai akan "sangat sulit" mengingat lonjakan infeksi COVID-19 di seluruh Jepang.

Liputan6.com, Tokyo - Mengadakan Olimpiade Tokyo yang ditunda musim panas ini dinilai akan "sangat sulit" mengingat lonjakan infeksi COVID-19 di seluruh Jepang, kepala Asosiasi Medis Tokyo Haruo Ozaki.

Haruo Ozaki membunyikan alarm karena meningkatnya kasus harian yang mendorong pembatasan virus Corona baru di Tokyo dan tempat lain di Jepang.

"Jika infeksi menyebar lebih jauh, pada kenyataannya akan sulit menyelenggarakan Olimpiade dalam bentuk biasa dengan atlet yang datang dari berbagai negara, bahkan jika Olimpiade diadakan tanpa penonton," kata harian Sports Hochi mengutipnya pada konferensi pers, yang dilansir dari Channel News Asia, pada Rabu (14/4). 

Di halaman Facebook-nya Rabu, Ozaki mengatakan laporan itu mencerminkan kekhawatirannya, meskipun keberhasilan baru-baru ini diraih oleh perenang Jepang Rikako Ikee dan pegolf Hideki Matsuyama yang telah menginspirasi.

"Saya tidak bisa menahan air mata menyaksikan penampilan hebat Ikee dan Matsuyama. Saya juga ingin menyaksikan penampilan hebat mereka di Olimpiade," tulisnya.

"Tapi, dari posisi saya sebagai kepala pekerja medis, saya harus mengatakan bahwa menyelenggarakan Olimpiade itu sangat sulit."

Ozaki meminta penyelenggara untuk "menunjukkan langkah-langkah konkret tentang bagaimana mereka dapat mencegah penyebaran infeksi di dalam dan luar negeri".

"Maka kami ingin mempelajari dengan tulus apakah rencana seperti itu realistis," tulisnya. Komentar itu muncul ketika Tokyo menandai 100 hari hingga Olimpiade 2020 yang sempat ditunda.

Meningkatnya kasus COVID-19 di Jepang dan luar negeri memicu kekhawatiran tentang apakah Olimpiade dapat, atau harus, dilanjutkan. Pembatasan akibat virus baru telah diberlakukan di beberapa bagian Jepang, termasuk Tokyo dan Osaka.

Langkah-langkah tersebut secara signifikan lebih longgar daripada penguncian yang terlihat di bagian lain dunia, tetapi mereka telah memaksa estafet obor Olimpiade keluar dari jalan umum di Osaka.

Sebaliknya, api obor itu dibawa melalui jalur tertutup di dalam taman yang jauh dari masyarakat.

Penyelenggara Olimpiade telah merilis serangkaian buku aturan virus yang mereka katakan akan menjaga keamanan Olimpiade. Mereka akan melarang penonton di luar negeri, membatasi pergerakan atlet, dan memerlukan pengujian virus secara teratur.

Tetapi vaksinasi tidak diperlukan dan aturan karantina akan dibebaskan untuk peserta Olimpiade.

Jajak pendapat menunjukkan mayoritas orang di Jepang ingin Olimpiade ditunda atau dibatalkan. Dukungan untuk mengadakan acara musim panas ini telah meningkat sejak lonjakan infeksi di musim dingin, tetapi masih berada di bawah 30 persen.

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Prioritas Vaksin COVID-19 untuk Atlet Olimpiade Tokyo

Muncul wacana di Jepang agar atlet Olimpiade Tokyo akan mendapat prioritas vaksin COVID-19. Saat ini, Jepang masih fokus memvaksin lansia dan warga dengan penyakit penyerta, seperti diabetes.

Dilaporkan Kyodo, Kamis (8/4), para atlet kemungkinan mendapat vaksin COVID-19 pada akhir Juni, sehingga mereka punya waktu untuk pulih dari efek samping sebelum upacara pembukaan pada 23 Juli 2021.

Bila rencana ini berjalan, maka atlet Jepang bakal menerima suntikan vaksin sebelum vaksinasi lansia selesai. Sekadar catatan, lansia usia 65 tahun ke atas mendapat prioritas pada 12 April 2021.

Vaksinasi atlet ini juga termasuk atlet Paralimpiade. Beberapa negara di Eropa dan Timur Tengah sudah mulai melakukan vaksinasi kepada atlet. Amerika Serikat juga akan melakukannya.

Jepang dan Komite Olimpiade Internasional berkata bahwa vaksinasi virus corona tidak akan menjadi kewajiban untuk berpartisipasi di Olimpiade Tokyo.

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga telah bersumpah akan menggelar Olimpiade dan Paralimpiade yang aman.

Ia berkata akan ada tindakan menyeluruh untuk mencegah penyebaran COVID-19. Para atlet dan staf akan dites COViD-19 berkali-kali.

 

Reporter: Lianna Leticia