Liputan6.com, Jakarta - Sejarah mencatat pada 12 Juni 2017 bahwa Otto Warmbier, seorang siswa berusia 22 tahun yang ditawan di Korea Utara 17 bulan sebelumnya, kembali ke Amerika Serikat dalam keadaan koma.
Kepulangannya menandai pemanasan hubungan antara AS dan negara paria yang dikenal karena pelanggaran hak asasi manusianya yang luas, memberikan perhatian baru tentang bagaimana Korea Utara memperlakukan orang asing di penahanan.
Baca Juga
Mengutip History, setelah tinggal lima hari di negara itu sebagai bagian dari sebuah perjalanan terorganisir, mahasiswa Universitas Virginia tersebut ditangkap di Bandara Pyongyang pada Januari 2016 karena diduga mengambil poster propaganda dari kamar hotelnya.
Advertisement
Pengadilannya hanya berlangsung satu jam, dan dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa di penjara Korea Utara. Pada bulan Maret, dia dikabarkan tengah dalam kondisi koma.
Pembebasan Warmbier terjadi setelah pejabat Korea Utara menghubungi Amerika Serikat pada Mei untuk pertemuan darurat.
Tertular Botulisme dan Minum Pil Tidur
Kedua negara mengesampingkan ketegangan seputar program nuklir Korea Utara untuk merundingkan persyaratan untuk membebaskan Warmbier. Ia lalu dievakuasi secara medis dan diterbangkan kembali ke Ohio, di mana dia disambut oleh orangtuanya dan sekelompok kecil pendukungnya.
Pada malam yang sama, dia dibawa ke Pusat Medis Universitas Cincinnati.
Dokter mengatakan dia menderita serangan kardiopulmoner dan dalam keadaan terjaga tidak responsif. Mereka mengatakan scan menunjukkan kerusakan otak yang luas, mungkin karena penyalahgunaan.
Pihak berwenang Korea Utara menjelaskan kondisinya dengan mengatakan bahwa dia telah tertular botulisme dan minum pil tidur.
Seminggu kemudian, Otto Warmbier meninggal.
Orangtuanya kemudian merilis sebuah pernyataan yang mengatakan kematiannya adalah akibat yang tak terhindarkan dari “penganiayaan menyiksa yang mengerikan yang diterima putra kami di tangan orang Korea Utara.” Tetapi mereka merasa membawa pulang putra mereka membuatnya damai.
"Ketika Otto Warmbier kembali ke Cincinnati pada 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, tidak dapat melihat dan tidak dapat bereaksi terhadap perintah verbal. Dia terlihat sangat tidak nyaman— sangat menyedihkan," tulis mereka.
"Meskipun kami tidak akan pernah mendengar suaranya lagi, dalam sehari, raut wajahnya berubah—dia merasa damai. Dia ada di rumah dan kami yakin dia bisa merasakan itu."
Sebulan setelah kematian Warmbier, warga Amerika dilarang bepergian ke Korea Utara.
Reporter: Lianna Leticia
Advertisement