Roma - Bagi negara penyelenggara, turnamen sepak bola Piala Eropa biasanya menjadi ajang mengeruk keuntungan ekonomi.
Tapi, Euro 2020 yang diadakan pada tahun 2021 berbeda dari biasanya. Selain diselenggarakan di tengah pandemi, turnamen edisi kali ini digelar di 10 negara berbeda, demikian seperti dikutip dari DW Indonesia, Sabtu (12/6/2021).
Adalah Michel Platini, Presiden UEFA saat itu, yang pada tahun 2012 mempromosikan penyelenggaraan Piala Eropa 2020 di 12 negara, sekaligus merayakan 60 tahun kompetisi tingkat Eropa ini. Tapi tahun 2020, Eropa dilanda pandemi, dan turnamen akhirnya ditunda satu tahun, sekalipun UEFA tetap menamakannya Euro 2020. Pertandingan pun digelar di 11 stadion yang tersebar di 10 negara. Ibukota Irlandia, Dublin, akhirnya dicoret dari kota penyelenggara karena situasi pandemi.
Advertisement
Pertandingan antara Italia dan Turki Jumat malam (11/6) waktu setempat di Stadio Olimpico, Roma, akan membuka putaran Piala Eropa yang benar-benar lain dari biasanya. Karena jumlah penonton akan dibatasi, malah pentonton dari Turki tidak bisa datang karena Italia masih melarang pengunjung dari Turki yang dianggap zona corona berisiko tinggi.
Jika di masa normal, penjualan tiket akan menjadi ajang perebutan bagi penggemar sepakbola dan keuntungan besar bagi penyelenggara, kali ini UEFA malah harus mengembalikan banyak tiket yang sudah dibeli, karena banyak negara Eropa masih memberlakukan pembatasan kedatangan wisatawan dari luar negeri.
Selain di Roma, putaran piala Eropa akan bergulir di kota Amsterdam, Baku, Kopenhagen, St. Petersburg, Bukarest, Budapest, Sevilla, Muenchen, Glasgow, dan London, yang akan menampilkan nomor final di stadion legendaris Wembley.
Â
Menghitung Untung-Rugi Jadi Penyelenggara
Piala Eropa 2016 yang diadakan di Prancis menurut studi dari Pusat Penelitian Hukum dan Ekonomi Olahraga (CDES) dan konsultan ekonomi KENEO, telah mendorong kegiatan ekonomi di negara itu dengan keuntungan sekitar 1,2 miliar euro.
Ketika itu, sekitar 600 ribu pengunjung dari berbagai negara datang dan menginap di Prancis rata-rata selama delapan hari, dan masing-masing dengan pengeluaran rata-rata sampai 154 euro per hari. Untuk mempersiapkan turnamen itu, Prancis juga menginvestasikan sekitar 200 juta euro untuk peningkatan infrastruktur.
Tapi Euro 2020 adalah cerita lain.Turnamen yang tersebar di 10 negara ini akan memiliki dampak ekonomi yang berbeda-beda di masing-masing lokasi.
Dublin misalnya, menurut studi konsultan ekonomi EY-DKM dari tahun 2019 yang dipesan oleh Dewan Kota, mengharapkan keuntungan ekonomi sampai 106 juta euro dari penyelenggaraan Euro 2020. Tapi studi itu dibuat sebelum ada pandemi. Bulan April lalu, UEFA memutuskan untuk mencoret kota itu sebagai penyelenggara karena situasi pandemi yang belum aman dan peraturan ketat yang diberlakukan Irlandia untuk meredam infeksi Covid-19.
Â
Advertisement
Tetap Menguntungkan bagi UEFA
Bagi UEFA sendiri, Euro 2020 tetap menguntungkan, karena banyaknya dana sponsor dan penjualan hak tayang di televisi dan media elektronik lain. Tapi bagi para fans sepakbola, kejuaraan Piala Eropa kali ini bisa jadi cerita perjalanan yang paling rumit. Karena di setiap negara penyelenggara ada aturan berbeda, dan kapasitas stadion yang boleh digunakan untuk penonton juga berbeda-beda.
Para fans yang ingin membela tim favoritnya harus rela melakukan perjalanan dan mengambil risiko aturan karantina, melakukan tes Covid-19 dan menghadapi pembatasan moda transportasi, terutama di London yang akan menggelar nomor final. Hotel-hotel dan bar, yang biasanya menjadi tempat berkumpul para fans sepakbola, juga akan menerapkan aturan ketat.
Secara ekonomi, Euro 2020 memang tidak bisa dibandingkan dengan turnamen-turnamen sebelumnya. Tapi gambaran lengkap untung-ruginya kemungkinan baru bisa diketahui tahun depan, antara lain dalam laporan keuangan UEFA. Sekalipun UEFA masih tetap akan mengeruk keuntungan besar, yang hanya bisa diimpikan oleh para pemilik bar, hotel, dan restoran di kota-kota tuan rumah.