Liputan6.com, Ramallah - Pemerintah Palestina kurang tertarik dalam menyambut terpilihnya Naftali Bennett sebagai Perdana Menteri (PM) baru Israel. Sentimen dari Fatah dan Hamas juga tak jauh berbeda.
Menurut laporan Al Jazeera, Senin (14/6/2021), Presiden Palestina Mahmoud Abbas dari Hamas melihat terpilihnya Bennett sebagai urusan dalam negeri. Abbas berkata akan fokus untuk menegakan HAM rakyatnya di Gaza.
Advertisement
Baca Juga
"Ini adalah urusan dalam negeri Israel," ujar Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Abbas. "Posisi kita selalu jelas, apa yang kita inginkan adalah negara Palestina dengan batas-batas negara seperti 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya."
Sementara, Kementerian Luar Negeri Palestina juga tidak berharap banyak dari PM Bennett. Mereka berkata, akan ada perubahan di pemerintahan Bennett tidaklah akurat, kecuali ada perubahan posisi signifikan terhadap hak Palestina.
"Apa posisi pemerintahan baru terhadap hak rakyat Palestina untuk determinasi diri dan mendirikan negara independen dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota?" tulis pihak Kemlu Palestina.
"Apa posisinya pada pemukiman dan proses aneksasi? Apa posisinya pada Yerusalem dan terkait penghormatan pada situasi sejarah dan legal di sana? Posisinya dalam perjanjian-perjanjian yang ditandatangani? Posisi-posisinya pada legitimasi resolusi internasional? Posisinya pada solusi dua negara dan negosiasi dengan basis prinsip tanah perdamaian?" ujar pernyataan Kemlu Palestina.
Hamas Tetap Anggap Sebagai Zionis
Pihak Hamas juga tak menyambut hangat kehadiran PM Bennett. Mereka menilai tetap saja Israel sebagai Zionis.
Jubir Hamas, Fawzi Barhoum, berkata Israel tetap merupakan sosok pengokupasi yang harus dilawan dengan berbagai perlawanan. "Yang terdepan adalah perlawanan bersenjata."
Dunia Arab belum memberikan pesan vokal terkait PM Bennett, namun Iran menegaskan bahwa Israel tidak akan berubah meski Benjamin Netanyahu lengser.
"Saya tidak berpikir kebijakan-kebijakan Israel akan berubah dengan pemerintahan yang baru," ujar jubir Kemlu Iran.
Advertisement