Liputan6.com, Jakarta - SEANWPNM Steering Committee (Indonesia) Shadia Marbahan berpendapat bahwa pemerintah perlu membuat kebijakan khusus untuk menyediakan dana bagi perempuan dan juga program terstruktur dalam membantu mereka mengambil posisi kepemimpinan setelah proses perdamaian.Â
"Sudah waktunya untuk melibatkan perempuan, ini tentang waktu, tidak hanya saat adanya COVID-19, tetapi juga mengenai apa yang terjadi di Myanmar," kata Shadia Marhaban, dalam acara Regional Forum of Women Peace Negotiators and Mediators pada Kamis (17/6/2021).
Baca Juga
"Ini saatnya untuk Asia Tenggara, karena Myanmar adalah tetangga kita, apa yang terjadi di Myanmar akan berdampak pada kita," tambahnya.Â
Advertisement
Diketahui, bahwa pada Februari 2021, militer di Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi - memicu serangkaian protes dan bentrok antara militer dan warga sipil - menewaskan ratusan orang dan ribuan lainnya berada dalam tahanan.
Member of the UN Secretary General's High Level Advisory Board on Meditation, Dr Noolen Heyzer mengatakan bahwa tahun lalu, menandai peringatan 20 tahun resolusi bersejarah Security Council Resolution 1325 on Women Peace and Security.Â
Selama beberapa tahun terakhir, ASEAN telah melakukan upaya besar untuk memajukan Agenda WPS, kata Heyzer.
"Dan kami di sini untuk mendukungnya," tutur Heyzer.
"Agenda WPS adalah kemenangan bagi kepemimpinan dan mobilisasi perempuan dalam mewujudkan transformasi di bidang perdamaian dan keamanan," tambahnya.
Â
Pesan dalam Agenda WPS
Heyzer membeberkan agenda WPS memiliki tiga pesan, yaitu:
Pertama, proses perdamaian inklusif lebih cenderung mengarah pada transformasi konflik dan perdamaian berkelanjutan.
Kedua, partisipasi dan kepemimpinan perempuan itu penting, tidak hanya untuk menjamin penghormatan terhadap hak asasi perempuan, tetapi juga dasar untuk membangun landasan yang kokoh bagi masyarakat yang damai dan adil.
Kemudian yang terakhir, adalah menekankan peran penting perempuan sebagai pemegang perdamaian, penanggap krisis, pengambil keputusan politik, dan menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, memajukan hak asasi manusia itu sebagai bagian integral dari upaya internasional - untuk menjaga perdamaian dan keamanan.
Regional Forum of Women Peace Negotiators and Mediators adalah acara dialog kolaborasi Southeast Asian Network of Women Peace Negotiators and Mediators, Mediators Beyond Borders International, dan Kementerian Luar Negeri RI.
Dalam acara dialog pada Kamis (17/6), bertemakan: Dialogue Panel on Women and Conflict in Southeast Asia: Experience and Best Practices.
Acara tersebut digelar untuk membahas rekomendasi konkrit dalam bagaimana perempuan dapat lebih berkontribusi pada resolusi konflik di Asia Tenggara, termasuk Myanmar.
Advertisement