Liputan6.com, Sydney - Para ilmuwan telah menemukan populasi paus biru kerdil di Samudra Hindia yang telah berhasil menghidar dari alat deteksi selama beberapa dekade.
Dikutip dari Live Science, Jumat (18/6/2021), para peneliti berhasil membongkar rahasia para paus ini dengan menganalisis data akustik yang dikumpulkan oleh rangkaian deteksi bom nuklir bawah air yang mengungkapkan 'lagu unik' atau suara dari paus yang belum pernah didengar sebelumnya.
Populasi baru paus biru kerdil, subspesies paus biru yang lebih kecil dengan panjang maksimum 24 meter yang sekarang disebut populasi Chagos dari sekelompok pulau di Samudra Hindia dekat sarang mereka.
Advertisement
"Kami masih menemukan populasi yang hilang dari hewan tersebut yang pernah hidup," jelas penulis senior Tracey Rogers, ahli ekologi kelautan di University of New South Wales (UNSW) di Australia.
"Ini adalah bukti sulitnya mempelajari kehidupan di laut."
Menurut Emmanuelle Leroy, penulis utama dari studi tersebut serta rekan pascadoktoral Rogers di UNSW, paus biru umumnya memang sulit untuk ditemukan.
"Mereka dibawa ke tepi kepunahan oleh perburuan paus industri dan mereka pulih dengan sangat lambat," katanya.
Saat ini, menurut Pusat Keanekaragaman Hayati, sekitar 5.000 sampai 10.000 paus biru ada di Belahan Bumi Selatan, angka yang sangat jauh dari 350.000 ekor paus yang menanggap tempat tersebut rumah sebelum adanya perburuan paus.
Leroy lanjut menjelaskan beberapa yang tersisa sering menyendiri dan tersebar di wilayah geografis yang luas, membuat mereka mudah untuk dilewatkan.
"Cara terbaik untuk mempelajarinya adalah melalui pemantauan akustik pasif," kata Leroy. "Tapi ini berarti kita perlu merekam hidrofon di berbagai bagian lautan."
Populasi yang Turun Drastis
Â
Di Samudra Hindia, khususnya, ada susunan akustik ilmiah yang terbatas. Jadi, tim tersebut beralih menggunakan detektor bum nuklir bawah air milik Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty Organization (CTBTO) -- sebuah organisasi internasional yang menggunakan jaringan relai akustik bawah air global untuk mendeteksi tes bom nuklir ilegal yang terjadi di lautan.
Hal itu memberi para peneliti akses ke kumpulan data jangka panjang dari kebisingan di Samudra Hindia.
"Data CTBTO adalah aset internasional yang penting," kata Rogers. "Saya pikir itu keren bahwa sistem yang sama yang menjaga dunia aman dari bom nuklir tersedia bagi para peneliti dan memungkinkan sejumlah ilmuwan, termasuk kita, untuk melakukan ilmu kelautan yang tidak akan mungkin terjadi tanpa susunan hidroakustik yang canggih seperti itu."
Setelah menganalisis data yang telah dikumpulkan, para peneliti menemukan lagu paus biru yang belum pernah terdengar sebelumnya.
"Lagu paus biru sangat sederhana karena merupakan pengulangan dari pola yang sama," kata Leroy. "Tetapi setiap subspesies dan populasi paus biru memiliki jenis lagu yang berbeda."
Secara umum, nyanyian paus biru panjang, memiliki frekuensi rendah -- terkadang di bawah kemampuan pendengaran manusia di angka 20 hertz -- dengan intensitas tinggi, dan diulang secara berkala.
Tetapi, kelompok paus yang berbeda juga memiliki pangilan yang berbeda dalam durasi, struktur dan jumlah bagian.
Lagu Chagos memiliki tiga bagian. Yang pertama adalah yang paling kompleks, diikuti oleh dua bagian dasar.
"Nyanyian paus baru ini telah menjadi bagian dominan dari lanskap suara di Samudra Hindia Khatulistiwa Tengah selama hampir 18 tahun terakhir," kata Rogers
"Sayangnya, kami tidak tahu ukuran populasi paus biru kerdil," kata Leroy.
Ia menjelaskan bahwa survei akustik belum dapat memberi informasi terkait hal tersebut.
"Menemukan populasi baru paus biru kerdil di Belahan Bumi Selatan sangat menarik," kata Rogers. "Ini meningkatkan populasi global yang tidak kita sadari sebelumnya."
Identifikasi secara visual masih diperlukan untuk memastikan keberadaan populasi Chagos secara pasti. Namun, para peneliti yakin bahwa ini hanya masalah waktu.
Pada Desember tahun lalu, penelitian lain menggunakan survei akustik, di mana Rogers dan Leroy yang menulis studi itu bersama, menemukan populasi baru paus biru di dekat Oman.
"Ini sekarang membawa kita ke lima populasi paus biru kerdil di Samudra Hindia," kata Rogers, menjadikan daerah itu sebagai hotspot untuk subspesies.
Tanpa survei akustik, Rogers mengatakan bahwa penemuan tersebut "tidak akan mungkin terjadi."
Â
Reporter: Paquita Gadin
Advertisement