Sukses

Israel Desak Dunia Waspadai Presiden Baru Iran Ebrahim Raisi, Menuduhnya Ekstremis

Israel mengatakan, dunia harus khawatir dengan naiknya Ebrahim Raisi di tampuk kepemimpinan Iran.

Liputan6.com, Tel Aviv - Israel mengatakan komunitas internasional harus khawatir dengan presiden Iran yang baru dilantik, Ebrahim Raisi.

Juru bicara kementerian luar negeri Israel, Lior Haiat, mengatakan, Raisi adalah presiden Iran yang paling ekstremis, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (20/6/2021).

Dia juga memperingatkan, pemimpin baru Persia itu akan meningkatkan kegiatan nuklir Iran, yang bukan untuk tujuan damai. 

Ebrahim Raisi dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden Iran pada Sabtu 19 Juni 2021, dalam pemilu yang secara luas dipandang 'dirancang' untuk mendukungnya.

Raisi, yang akan dilantik pada bulan Agustus 2021, adalah hakim top Iran dan memiliki pandangan ultra-konservatif. Dia berada masuk daftar sanksi AS dan dikaitkan dengan eksekusi tahanan politik pada masa lalu.

Dalam sebuah pernyataan menyusul kemenangannya, ia berjanji untuk memperkuat kepercayaan publik kepada pemerintah, dan menjadi pemimpin bagi seluruh bangsa.

"Saya akan membentuk pemerintahan yang bekerja keras, revolusioner, dan anti-korupsi," kata dia seperti dimuat kantor berita Iran.

Namun dalam utas Twitter, Jubir Kemlu Israel Lior Haiat mengatakan, Raisi adalah "tokoh ekstremis, yang berkomitmen menggenjot program nuklir militer Iran".

2 dari 3 halaman

Ketegangan Iran-Israel

Iran dan Israel tidak berperang secara fisik. Tapi kedua negara sudah lama berkonflik dan selalu tegang. Namun, baru-baru ini, eskalasi permusuhan antara keduanya melonjak. 

Situasinya kompleks, tetapi salah satu pemicu ketegangan adalah kegiatan nuklir Iran.

Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan ilmuwan nuklir topnya tahun lalu dan serangan terhadap salah satu pabrik pengayaan uraniumnya pada bulan April.

Sementara itu, Israel tidak percaya bahwa program nuklir Iran murni damai, dan yakin bahwa Negeri Syiah itu sedang berupaya membangun senjata nuklir.

Kesepakatan nuklir Iran 2015, di mana sanksi keras dicabut terhadap Iran selama menghentikan beberapa kegiatan nuklir, runtuh ketika mantan Presiden AS Donald Trump meninggalkan kesepakatan itu pada 2018, dan kembali memberlakukan sanksi ekonomi yang melumpuhkan Tehran. Pemerintahan Biden sekarang sedang untuk kembali ke kesepakatan.

Menanggapi sanksi yang diperketat, Iran meningkatkan kegiatan nuklirnya, dan saat ini telah memperkaya uranium pada tingkat tertinggi yang pernah ada -- meskipun belum memenuhi syarat untuk membuat senjata kelas nuklir.

3 dari 3 halaman

Disukai Ayatollah Ali Khamenei

Ebrahim Raisi yang kini berusia 60 tahun itu bakal menggantikan posisi presiden sebelumnya Hassan Rouhani, pemimpin Iran ke-7 yang menjabat sejak 3 Agustus 2013.

Kepala peradilan Iran yang dikenal karena perannya dalam eksekusi massal ribuan tahanan pada akhir 1980-an, sangat diunggulkan untuk memenangkan pemilihan presiden Iran sejak awal.

Mengutip Al Monitor, Ebrahim Raisi disebutkan lahir pada tahun 1960 di sebuah desa kecil dekat kota suci Masyhad, yang merupakan kota terbesar kedua di Iran.

Sebagai seorang remaja, ia memasuki sebuah seminari di Qom, di mana ia belajar di bawah Khamenei dan berpartisipasi dalam protes terhadap Shah.

Karir peradilannya dimulai pada 1981 ketika Raisi diangkat menjadi jaksa Kota Karaj, dan pada 1985 ia menjadi wakil jaksa di Teheran.

Menyusul berakhirnya perang Iran-Irak pada tahun 1988, Pemimpin Tertinggi saat itu Ruhollah Khomeini menunjuk Raisi ke "komisi kematian" yang membantu memfasilitasi pembersihan para pembangkang.

Amnesty International memperkirakan lebih dari 5.000 tahanan, mayoritas dari mereka berafiliasi dengan kelompok pembangkang Mujahidin Rakyat Iran, tewas di 32 kota.

Pada tahun 2009, ia membela eksekusi selusin orang yang ambil bagian dalam protes setelah terpilihnya kembali Presiden Mahmoud Ahmadinejad.

Ebrahim Raisi telah memegang beberapa posisi yudisial tingkat tinggi, termasuk menjabat sebagai jaksa agung Iran. Pada 2016, Khamenei menunjuk Raisi sebagai penjaga Astan Quds Razavi, yayasan berkantong tebal yang mengelola tempat suci Imam Reza di Masyhad.

Ulama konservatif itu meraih hampir 16 juta suara selama pemilihan presiden 2017, tetapi kalah telak dari Presiden Hassan Rouhani. 

New York Post menyebut, Raisi adalah ulama garis keras yang disukai oleh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan telah dilihat sebagai calon penggantinya. Dia memiliki catatan pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk tuduhan memainkan peran dalam eksekusi massal lawan politik pada tahun 1988, dan saat ini berada di bawah sanksi Amerika Serikat.