Liputan6.com, Jakarta - Hewan menderita dan kelaparan meskipun memiliki banyak makanan karena perubahan iklim yang menaikkan suhu dan memperburuk peristiwa gelombang panas.
Hal itu diungkapkan dalam penelitian baru yang berfokus pada marsupial, dilakukan oleh para peneliti di Australian National University.Â
Baca Juga
Penelitian tersebut diterbitkan pada Mei 2021 di Trends in Ecology & Evolution.
Advertisement
Dilansir dari dari Channel News Asia, Senin (21/6/2021) para peneliti menemukan bahwa hewan liar makan lebih sedikit saat mereka terkena panas, yang bisa berakibat fatal pada spesies sensitif dan rentan tertentu.
Mencerna dan memetabolisme makanan menciptakan energi dan meningkatkan suhu tubuh, sehingga peningkatan suhu yang minim dapat memicu beberapa hewan kehilangan nafsu makan, seperti halnya pada manusia.
"Kalau di luar panas sekali, kami tidak ingin makan besar. Hewan pun merasakan hal yang sama," kata penulis utama penelitian itu, Dr. Kara Youngentob kepada Channel News Asia.
"Bagian yang menakutkan adalah suhu panasnya sendiri - dan suhu panas yang sudah kita lihat dengan perubahan iklim membuat malam menjadi lebih panas - faktor yang cukup untuk membuat hewan-hewan ini tidak memakan makanan mereka," paparnya.
Penelitian ini juga mengamati secara dekat marsupial Australia nokturnal, termasuk glider yang lebih besar, yang populasinya telah menyusut, bahkan di lingkungan yang tidak terpapar ancaman seperti kebakaran hutan dan penebangan.
Â
Kesulitan dalam Beradaptasi
Meskipun hewan-hewan ini aktif selama jam-jam yang lebih dingin di malam hari, dan terutama berlindung di siang hari yang panas, mereka masih sangat terpapar suhu yang sulit untuk beradaptasi dengan tubuh mereka.
"Beberapa hewan memiliki lebih banyak kelonggaran dan kapasitas untuk menghadapi perubahan suhu. Hewan lain sudah pada batas apa yang bisa mereka tangani, " ujar Youngentob.
"Glider yang lebih besar memiliki ambang batas titik tunggal 20 derajat Celcius. Suhu malam hari melebihi ambang batas dan mempengaruhi kemampuan mereka untuk makan yang cukup guna mendapatkan nutrisi agar tetap hidup," jelasnya.
"Ini mengejutkan kami karena kami tidak menyangka akan melihat masalah perubahan iklim pada hewan yang tidak mengalami suhu ekstrem di siang hari. Itu tidak ada dalam radar kami dan menyadari bahwa bahkan mereka rentan terhadap perubahan iklim benar-benar merupakan peringatan," tambahnya.
Gelombang Panas Berisiko Sebabkan Dehidrasi
Marsupial mengandalkan makanan-makanan seperti daun kayu putih, yang sangat rendah nutrisi dan memberikan energi minimal, yang berarti hewan tidak dapat membangun simpanan lemak. Mereka juga mendapatkan semua air dari daun yang mereka makan.
"Puasa lebih dari sehari bisa berakibat fatal dan bahkan mengurangi makanan mereka hari demi hari, jika ada gelombang panas, dapat menyebabkan mereka tidak memenuhi keseimbangan nitrogen minimum atau mereka bisa mengalami dehidrasi karena kekurangan air," kata Dr. Youngentob.
Youngentob juga membeberkan bahwa jenis penelitian yang melihat dampak panas perubahan iklim pada hewan liar, telah banyak diabaikan oleh komunitas peneliti ilmiah, meskipun dampak panas dipahami dengan baik di bidang pertanian.
Dia menyebut temuan itu bisa relevan dengan berbagai macam hewan dan burung yang berbeda di berbagai belahan dunia, termasuk Asia.
Mereka yang berisiko, menurutnya, sebagian besar adalah hewan kecil pemakan tumbuhan dengan cadangan energi yang rendah, pola makan sempit, dan waktu makan yang terbatas.
"Ketika saya pertama kali melihat ini terjadi, saya sedih karena saya tidak melihat solusi, dan solusinya masih lemah. Ini luar biasa. Saya pikir hewan-hewan ini sudah hilang," ujarnya.
Tapi ada solusi yang mungkin bisa membantu, katanya, termasuk mencoba memaksimalkan kesejukan di hutan, menghindari monokultur dan melestarikan dan memulihkan lanskap dengan kualitas makanan terbaik untuk hewan-hewan ini.
Advertisement