Jakarta - Pandemi COVID-19 tak kunjung berakhir. Di saat banyak orang sudah tak sabar ingin pandemi berakhir, para pakar kesehatan mengatakan akan lebih banyak lagi pandemi terjadi di masa depan.
Dalam 20 tahun terakhir saja, kita sudah mengalami lima pandemi besar yaitu SARS, MERS. Ebola, flu burung, dan flu babi.
Baca Juga
Meski penyakit-penyakit tersebut sudah memberikan kita ilmu, tapi tetap saja dunia tidak bersiap diri saat pandemi COVID-19.
Advertisement
Penyebarannya yang cepat menunjukkan betapa bahayanya dunia yang semakin global ini saat terjadi pandemi.
Kenapa penyakit lebih mudah menular?
Menurut Victoria Brookes, dosen senior masalah kesehatan penduduk di Charles Sturt University, di masa lalu satu penyakit muncul di salah satu bagian dunia, namun kemudian selesai sebelum menyebar ke negara lain.
"Sekarang adanya perdagangan global dan perjalanan global membuat penyakit bisa membuat manusia membawanya menyebar dengan cepat," katanya seperti dikutip dari ABC Australia, Selasa (22/6/2021).
Globalisasi juga menyebabkan perubahan besar terkait kondisi penyakit menular, khususnya penyakit yang berasal dari kehidupan alam liar.
Dengan peningkatan jumlah penduduk, kota semakin diperluas ke kawasan alam liat, sehingga menggangu pola kehidupan dan membuat binatang tertekan.
Dengan ekosistem hancur, binatang dengan manusia semakin memiliki kontak lebih dekat, akibat kerusakan hutan dan menurunnya kualitas lingkungan, sehingga terjadi "loncatan antar spesies".
Inilah yang diperkirakan sedang terjadi saat pandemi Virus Corona COVID-19.
"Salah satu penyebab utama munculnya penyakit-penyakit baru adalah meningkatnya interaksi antara manusia dan binatang," kata Hassan Vally dari La Trobe University di Melbourne.
"Perubahan iklim menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit baru."
"Faktor ini ditambah dengan fakta bahwa jika ada patogen yang memiliki kemampuan menyebar dengan cepat, maka akan segera menyebar karena pergerakan manusia yang sangat besar sekarang ini."
Ancaman penyakit X dan penyebabnya
Diperkirakan lebih dari 60 persen munculnya penyakit menular berasal dari binatang, yang disebut zoonoses.
Itulah sebabnya para peneliti lebih khusus memperhatikan kontak manusia dengan kehidupan liar.
"Populasi dari yang kita perkirakan akan muncul adalah spesies yang tinggal di koloni yang besar, yang melakukan perjalanan jarak jauh." kata Dr Brookes.
"Mereka bercampur dengan populasi dari spesies yang sama, dan juga karena mereka terbang, mereka bisa mengadakan kontak dengan banyak spesies lain, termasuk juga dengan manusia."
Zoonoses disebabkan karena adanya transmisi patogen seperti virus, parasit, bakteria, atau jamur yang disebabkan karena kontak langsung ataupun kontak tidak langsung antara binatang dan manusia.
250 Virus Menyebar dari Hewan ke Manusia
Diperkirakan sekarang ini ada lebih dari 250 virus yang menyebar dari hewan ke manusia dan menyebabkan penyakit pada manusia.
Berbagai virus sudah menimbulkan kekhawatiran, tapi sejauh ini belum diidentifikasi virus mana yang sama-sama mengancam seperti Virus Corona COVID-19 atau bahkan lebih mengancam peradaban manusia, menurut sebuah penelitian.
WHO pun sudah memberikan nama untuk penyakit tersebut, yaitu Penyakit X, dan memasukkan ke dalam kategori penting untuk diteliti sejajar dengan Ebola dan SARS.
Kita belum mengetahui apa jenisnya dan kemungkinan dampaknya.
Namun para peneliti mengatakan tanpa adanya pemantauan yang seksama dan juga persiapan, maka Bumi ini akan mengalami bencana dengan kehadiran penyakit X.
Â
Virus Selanjutnya Berasal dari Babi?
Sebelum COVID-19, sudah ada beberapa penyakit menular pernapasan yang terjadi seperti SARS (SARS-CoV-1) di tahun 2003, sindroma pernapasan Timur Tengah (MERS) di tahun 2013, dan Ebola di tahun 2014.
Ada pula wabah dalam skala lebih kecil seperti penyakit virus Nipah, yang masuk dalam 10 besar penyakit yang perlu prioritas penanganan menurut WHO.
Dr Brookes mengatakan penyakit itu muncul pertama kali di sejumlah babi yang diternak di Malaysia.
"Ada banyak kelelewar yang hidup di kawasan itu juga. Dan petani di sana menanam pohon buah di sekitar lokasi ternak babi sehingga menarik kedatangan kelelawar ke peternakan babi di sana," katanya.Kelelawar tersebut sudah mengidap virus namun tidak menimbulkan penyakit pada mereka. Pertanda pertama adanya penyakit malah muncul di ternak babi.
"Dan kemudian virus itu berkembang di babi, dan karena begitu banyaknya babi membuat virus bisa berkembang dan dari situ menyebar ke manusia," katanya.
Para ilmuwan mengatakan kawasan yang padat dengan ternak, yang merambah ke kawasan liar dan memiliki penduduk yang padat memiliki resiko lebih tinggi bagi perpindahan penyakit dari hewan ke manusia.
Dr Brookes mengatakan itulah mengapa Asia Tenggara sekarang menjadi titik perhatian karena memenuhi semua persyaratan di atas.
Namun penyakit juga bisa muncul di mana saja.
Nyamuk di Amerika Utara, onta di Afrika, babi di Eropa, dan monyet di Amerika Selatan sudah diidentifikasi sebagai kemungkinan pembawa patogen.
Hewan unggas juga membawa resiko terkait virus Influenza A, kata Joerg Henning, associate professor di bidang epidemiologi hewan di University of Queensland.
 Di Australia sendiri juga terjadi peningkatan penyakit menular pada manusia yang berasal dari hewan.
Sebuah kajian di tahun 2013 menemukan sedikitnya 20 penyakit manusia yang berhubungan antara kerusakan alam di Australia antara tahun 1973 sampai 2010, termasuk virus Hendra, virus West Nile dan virus kelelawar Australia.
"Australia sudah mengalami munculnya sejumlah penyakit menular," kata Dr Brookes.
"Saya kira ini bisa diketahui karena mungkin kita memiliki cara pemantauan yang baik."
Penyakit menular akan muncul lebih sering
Penelitian terbaru mengatakan penyakit menular muncul lebih sering dibandingkan sebelumnya.
Laporan yang diterbitkan tahun 2005 mengatakan penyakit menular muncul pada manusia setiap delapan bulan.
"Tidak diragukan akan terjadi pandemi lagi di masa depan, dan menurut kebanyakan epidemiolog yang berikutnya ini sudah lama diramalkan akan terjadi," kata Dr Vally.
Dr Henning mengatakan wabah karena perpindahan dari binatang ke manusia semakin banyak terjadi dalam 10 tahun terakhir dan pandemi ini terjadi karena tidak adanya sistem peringatan dini dan lemahnya sistem kesehatan publik.
Ini pelajaran yang bisa diambil
Pengalaman pandemi corona di tahun 2020 dan 2021 mengajarkan kepada kita semua mengenai bagaimana dunia bisa mempersiapkan diri lebih baik lagi menghadapi kemungkinan pandemi di masa depan.
Menurut Dr Hassan Vally, pandemi sekarang sudah menunjukkan bahwa baik negara kaya dan miskin masih memiliki "kelemahan dalam pemantauan penyakit dan pengawasan penyakit".
Bahkan sekarang setahun sudah pandemi COVID, masih banyak negara yang berjuang mengatasi penyebaran Virus Corona COVID-19 akibat varian baru.
Dr Brookes mengatakan sepanjang 'berbagai negara menyelenggarakan kegiatan dengan massa dalam jumlah besar, maka kita akan terus melihat gelombang penularan."
Itulah mengapa fokus di negara seperti Australia dan negara-negara maju lainnya adalah mengadakan vaksinasi massal.
Namun Dr Brookes juga melihat masalah dalam pendekatan ini.
"Kita juga harus memikirkan negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah, di mana mereka tidak bisa melakukan karantina dan mengontrol virus seperti negara maju."
"Vaksinasi warga di negara-negara tersebut penting untuk mencegah munculnya varian baru."
Untuk bersiap menghadapi pandemi di masa depan, Dr Vally mengatakan yang diperlukan tidak saja sistem yang akan segera bekerja bila ada pandemi, tapi juga kerja sama di seluruh dunia untuk mengurangi ancaman penyakit.
"Satu hal yang luar biasa selama masa pandemi ini cepatnya perkembangan vaksin. Ini tidak saja akan berpengaruh pada kemampuan kita memerangi pandemi di masa depan, namun juga berdampak besar melawan penyakit lainnya di masa depan," katanya.Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC NewsPosted Ye
Â
Â
Â
Advertisement