Liputan6.com, Yangon - Myanmar berisiko menjadi negara super-spreader COVID-19 yang memicu wabah di seluruh wilayah, pelapor khusus PBB untuk negara itu telah memperingatkan ketika ia mendesak dewan keamanan untuk menyerukan gencatan senjata.
Negara Asia Tenggara itu menghadapi wabah paling parah, di atas krisis politik dan ekonomi yang mendalam yang disebabkan oleh kudeta militer sejak Februari lalu.
Melansir The Guardian, Kamis (29/7/2021), situasi di Myanmar kini program vaksinasinya terhenti, pengujian telah gagal, dan rumah sakit pemerintah hampir tidak berfungsi.
Advertisement
Baca Juga
Para dokter, yang berada di garis depan pemogokan anti-junta dan menolak bekerja di rumah sakit pemerintah, terpaksa merawat pasien secara rahasia karena mereka terus-menerus menghadapi ancaman kekerasan atau penangkapan militer.
Jumlah pasti kasus dan kematian di Myanmar tidak jelas, kata Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, dalam sebuah wawancara dengan The Guardian.
Penargetan wartawan dan dokter membuat sulitnya memperoleh informasi akurat tentang krisis tersebut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Krisis Kesehatan
Menurut kementerian kesehatan dan olahraga yang dikendalikan militer, 4.629 orang telah meninggal karena COVID-19 sejak 1 Juni.
Angka tersebut dianggap terlalu rendah.
Media yang dikendalikan militer mengumumkan pada hari Selasa bahwa 10 krematorium baru akan dibangun di pemakaman di Yangon, kota terbesar Myanmar, untuk mengatasi kematian, situs berita Irrawaddy , sebuah outlet independen, melaporkan.
“Di Yangon, sudah biasa melihat tiga jenis garis,” tambah Andrews.
“Satu sebelum ATM, satu untuk pasokan oksigen – yang sangat berbahaya karena orang-orang ditembak oleh pasukan Myanmar karena mengantre untuk mendapatkan oksigen – dan yang ketiga adalah barisan di krematorium dan kamar mayat.”
Ada kekurangan oksigen, peralatan medis, dan obat-obatan yang parah di kota-kota di seluruh negeri.
Di luar rumah, orang-orang telah mengibarkan bendera kuning dan putih untuk menandakan bahwa mereka membutuhkan makanan atau obat-obatan, sementara media sosial dibanjiri dengan permintaan bantuan dan pemberitahuan kematian.
Advertisement