Liputan6.com, Jakarta - Orang-orang di sebuah desa terpencil di Afghanistan timur, tewas terkubur di bawah lumpur dan puing-puing ketika hujan lebat membawa banjir bandang pada malam hari.
Anak-anak dan perempuan dikatakan ikut menjadi korban di Kamdesh, dengan sedikitnya 60 orang tewas dan puluhan lainnya hilang, dan banyak rumah hancur.
Advertisement
Baca Juga
Melansir BBC, Jumat (30/7/2021), zona bencana dikuasai oleh gerilyawan Taliban yang memerangi pemerintah.
Pembicaraan sedang diadakan untuk mencoba membiarkan tim penyelamat memasuki daerah yang sulit dijangkau pada waktu normal.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Korban Diperkirakan Capai 200 Orang
Para pejabat Afghanistan menyebutkan korban tewas adalah 60 orang tetapi Taliban mengatakan 150 orang tewas dalam banjir tersebut, kantor berita Associated Press melaporkan.
Seorang insinyur yang bekerja untuk provinsi Nuristan, tempat Kamdesh berada, mengatakan kepada seorang wartawan Afghanistan bahwa jumlah korban terakhir bisa melebihi 200 orang.
Taliban mengatakan mereka telah mengirim kru penyelamat mereka sendiri untuk membantu serta menjanjikan dana bantuan senilai sekitar $62.000 (Rp 895 juta), AP melaporkan.
Tetapi tidak jelas seberapa baik perlengkapan mereka untuk menghadapi bencana dalam skala seperti itu.
Mereka telah memerangi pasukan pemerintah di seluruh negeri dan menguasai wilayah sejak pasukan asing pimpinan AS pergi.
Banjir bandang terjadi ketika hujan turun begitu deras sehingga drainase normal tidak dapat mengatasinya. Hujan deras dan banjir membunuh orang setiap tahun di Afghanistan, di mana rumah-rumah yang dibangun dengan buruk di daerah pedesaan terpencil sangat rentan.
Banyak faktor yang menyebabkan banjir, tetapi pemanasan atmosfer yang disebabkan oleh perubahan iklim membuat curah hujan ekstrem lebih mungkin terjadi.
Dunia telah menghangat sekitar 1,2 derajat celcius sejak era industri dimulai dan suhu akan terus meningkat kecuali pemerintah di seluruh dunia melakukan pemotongan tajam terhadap emisi.
Advertisement