Liputan6.com, Jakarta - Demi terbebas dari badai pandemi COVID-19, beberapa negara berusaha menangani virus sedemikian rupa demi mendapatkan hasil terbaik. Salah satunya, proses vaksinasi yang gencar digalakkan demi mencapai herd immunity.
Namun sayangnya, Asia Tenggara sepertinya tidak memperlihatkan statistik penanganan yang baik. Malah kawasan ini menjadi pusat pandemi global berkat lonjakan kasus COVID-19 di seluruh dunia. Sampai-sampai rumah sakit dibuat kewalahan akibat kurangnya tenaga medis yang bertugas melayani pasien.
Baca Juga
Pergerakan Independen Alex Kuple dalam Bermusik, Ogah Bergantung pada Major Label Berkat Kedekatan dengan Musisi Indie
Mendagri Tito Karnavian Beberkan Alasan Yogyakarta Tetap Naik Pertumbuhan Ekonomi saat Pandemi Covid-19
Pandemi Adalah Wabah Global, Pahami Ciri-Ciri, Cara Menghadapi, serta Bedanya dengan Endemi dan Epidemi
Seperti yang dilaporkan survei oleh Bloomberg pada Rabu, 28 Juli yang belum lama ini telah memperbarui Peringkat Ketahanan COVID-19, yang merupakan "gambaran bulanan negara yang menangani virus paling efektif di tengah gangguan sosial dan ekonomi".
Advertisement
Dikutip dari Mashable SE Asia pada Sabtu, 31 Juli 2021, beberapa negara mulai melanjutkan kehidupan 'normal'. Misalnya tanpa upaya pembatasan sosial (lockdown).
Dalam daftar tersebut terdapat 53 negara yang tersebar di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia Pasifik, dan Asia Tenggara.
Posisi teratas diduduki oleh Norwegia dalam peringkat 10 besar, dengan Skor Ketahanan 77,2. Lalu dilanjutkan Swiss (75,4), Selandia Baru (75,2), Prancis (75), dan AS (74).
Hampir saja Singapura mewakili Asia Tenggara di posisi ke- 10. Lagi-lagi gagal akibat posisinya dicuri oleh Belgia. Singapura pun masuk dengan peringkat 11 dengan skor 71,1, yang beda tipis dengan Belgia. Akibat rendahnya dalam aspek lain, seperti jumlah orang yang mengambil penerbangan dan jumlah rute perjalanan yang terbuka.
Sedangkan negara tetangganya, Thailand (52,6) berada di urutan 41 setelah skornya turun dua angka dan masuk ke daftar negara terburuk.
Selanjutnya skor 48,7 poin oleh Vietnam, menempatkannya di posisi ke-46 setelah turun enam tempat. Gara-gara 2,4 persen dari populasinya baru mendapatkan vaksinasi. Posisi ke-49 diambil oleh Filipina dengan skor 45,5 poin setelah naik tiga tempat dalam daftar penanganan pandemi COVID-19 terbawah.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Faktor Kasus Kematian
Yang memprihatinkan, Malaysia dan Indonesia adalah yang terburuk dari semua itu. Malaysia berada di posisi ke 52 setelah turun satu tempat, dengan skor 42,5. Meski demikian Malaysia masih memiliki harapan dengan fakta bahwa 26,6 persen warganya telah divaksin. Walaupun sangat jauh dibandingkan Singapura, telah menyentuh angka 63,8 persen program vaksinasi.
Terakhir yang paling miris datang dari Indonesia dengan skor 40,2 poin. Indonesia berusaha bangkit dari gelombang baru infeksi COVID-19 dengan kebijakan yang kurang tegas dan vaksin yang belum cukup, Bloomberg mencatat.
Mirisnya lagi, negara macan asia yang tertidur ini mencatat sebanyak lebih dari 1.300 kasus kematian COVID-19 pada 28 Juli 2021. Sepertinya Indonesia tidak bisa anggap remeh. Melihat posisinya memberikan sinyal bahwa harus bertindak cepat dan tepat dalam menangani COVID-19.
Survei ini memberikan pelajaran bagi negara lain bagaimana menangani pandemi seperti negara di posisi teratas. Misalnya, dibutuhkan tingkat kepercayaan dan kepatuhan masyarakat yang tinggi. Seperti yang dilakukan Selandia Baru dengan sigap memaksimalkan infrastruktur kesehatan masyarakat, mensosialisasikan cuci tangan dan pemakaian masker wajah sebelum vaksin tiba.
Norwegia patut berbangga atas kesuksesannya menangani COVID-19 di awal pandemi dan kini mulai berangsur ditahap pemulihan. Cara penanganan Nowergia adalah memaksimalkan kebijakan kedisplinan dalam mematuhi upaya lockdown. Diikuti percepatan program vaksinasi dengan pasokan vaksin berjumlah besar dan datang lebih awal, dibandingkan dengan Uni Eropa lainnya.
Â
Reporter: Bunga Ruth
Advertisement