Sukses

Pagelaran Wayang Kulit Berbahasa Jepang Jelang HUT RI ke-76

Wayang kulit Lakon Dewa Ruci ditampilkan dalam rangka menyambut HUT RI ke-76.

Liputan6.com, Tokyo - Dalam rangka menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-76, Pagelaran Wayang Kulit dalam bahasa Jepang diselenggarakan oleh KBRI Tokyo yang disiarlangsungkan di YouTube pada 15 Agustus 2021.

Heri Akhmadi selaku duta besar Indonesia untuk Jepang mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan karena dalamnya filosofi tentang wayang.

"Indonesia dan Jepang terkenal akan kedalaman filosofi dan budayanya. Permainan wayang mengenai Dewa Ruci juga akan memberitahu kita kedalaman makna dari hidup, rintangannya, dan masih banyak lagi," katanya.

Melalui acara tersebut, Heri berharap jalinan kedekatan antar Indonesia dan Jepang akan semakin kuat. Ia juga berharap supaya tradisi, filosofi, warisan, dan pemahaman budaya dapat terus dipertahankan kedua negara.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Adegan-Adegan Pertunjukan

Adegan pertama menampilkan alun-alun Kerajaan Astina, rencana Kurawa untuk membinasakan para Pandawa selalu gagal. Patih Sengkuni memerintahkan para Kurawa untuk membunuh Bratasena. Bratasena adalah Ksatria Pandawa ke-2 yang sangat perkasa dan dianggap sebagai penghalang rencana jahat Kurawa.

Adegan kedua menampilkan pertarungan Bratasena dengan raksasa. Bratasena, sang Ksatria masuk ke hutan untuk mencari air suci. Sementara itu, didalam hutam terdapat dua raksasa kelaparan yang ingin memakan Bratasena. Pertarungan sengit pun terjadi. Raksasa yang sudah mati dapat hidup kembali.

Adegan ketiga menampilkan Cinderamata sakti. Kedua raksasa berubah wujud asli menjadi Dewa Langit “Indra” dan Dewa Angin "Bayu". Kedua dewa menganugerahkan cinderamata yang memiliki kesaktian bagi yang menggunakannya. Kesaktiaannya adalah dapat bernapas di dalam air. Setelah itu, Bratasena kembali ke hadapan Guru Durna.

Adegan keempat menampilkan Bratasena yang kembali ke Kerajaan Astina. Bratasena kembali bertemu dengan Guru Durna. Ia bertanya dimana tempat air suci yang sebenarnya. Guru Durna memberi tahu bahwa air suci berada di dasar samudera.

Adegan kelima menampilkan hura-hara yang terjadi. Para Punakawan tengah bersendau gurau saat tiba-tiba terjadi hura-hara dan bencana. Kemudian, oleh para dewa diteteskan air kehidupan dari langit. Bencara mulai reda dan dimulailah kehidupan baru.

Adegan keenam menampilkan Bratasena berpamitan pada keluarganya. Keluarga Bratasena yang tidak dapat menerima perilaku Bratasena karena terlalu percaya pada Guru Duna menghalangi niat Bratasena untuk mencari air suci. Bratasena tetap bersikukuh dan tidak mengubah niat untuk pergi ke samudera. Seluruh keluarganya dibanjiri tangisan.

Adegan ketujuh menampilkan samudera. Terlihat badai dan ombak yang bergulung-gulung. Bratasena terjun dari jurang dan tergulung oleh badai dan ombak. Ia hampir dimangsa oleh ular laut raksasa.

Adegan kedelapan menampilkan dewa Ruci. Bratasena menemukan dirinya di dasar samudera dan kehilangan kesadaran. Tiba-tiba, Dewa Ruci yang bersinar mendekati Bratasena dan memberi petunjuk ajaran inti hidup dari Dewa Ruci. Bratasena yang mengerti arti hidup dari Dewa Ruci kemudian merasa nyaman dan tidak ingin kembali ke dunia manusia. Namun, Dewa Ruci memintanya kembali.

Adegan kesembilan dan yang terakhir menampilkan Bratasena kembali ke keluarganya. Guru Durna mencoba bunuh diri dengan masuk ke samudera. Atas bantuan Bratasena, Guru Durna selamat dari ombak samudera. Namun, tiba-tiba datang para Kurawa untuk membunuh Bratasena. Dengan kesaktian Bratasena, para Kurawa disapu habis. Keluarga dengan gembira menyambut kembalinya sang Ksatria kedua Pandawa, Bratasena.

 

 

Reporter: Ielyfia Prasetio