Liputan6.com, Praha - Di jalan-jalan Praha dan di markas besar PBB di New York City, warga Ceko memprotes invasi Uni Soviet ke negara mereka pada 22 Agustus 1968.
Protes tersebut berfungsi untuk menyoroti kebrutalan tindakan Soviet dan untuk menggalang kecaman di seluruh dunia terhadap Uni Soviet, demikian seperti dikutip dari History, Minggu (22/8/2021).
Baca Juga
Pada malam 20 Agustus 1968, lebih dari 200.000 tentara Pakta Warsawa menyeberang ke Cekoslowakia sebagai tanggapan atas reformasi pasar demokratis dan bebas yang dilembagakan oleh Sekretaris Jenderal Partai Komunis Ceko Alexander Dubcek.
Advertisement
Negosiasi antara Dubcek dan para pemimpin blok Soviet gagal meyakinkan pemimpin Ceko untuk mundur dari platform reformisnya. Intervensi militer pada 21 Agustus menunjukkan bahwa Soviet percaya bahwa Dubcek telah bertindak terlalu jauh dan perlu ditahan.
Pada 22 Agustus, ribuan warga Ceko berkumpul di Praha tengah untuk memprotes tindakan Soviet dan menuntut penarikan pasukan asing. Meskipun dirancang untuk menjadi protes damai, kekerasan sering berkobar dan beberapa pengunjuk rasa tewas pada 22 Agustus dan pada hari-hari mendatang.
Â
Ketegangan di PBB
Di PBB, delegasi Ceko dengan penuh semangat menyatakan bahwa invasi Soviet adalah ilegal dan mengancam kedaulatan negara mereka. Mereka meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan.
Dewan memilih 10 hingga 2 untuk mengutuk invasi Rusia. Bisa ditebak, Uni Soviet memveto resolusi tersebut.
Invasi Cekoslowakia tahun 1968 sangat merusak reputasi pemerintah Soviet di seluruh dunia, dan bahkan menimbulkan kecaman dari partai-partai komunis di negara-negara seperti China dan Prancis.
Meskipun demikian, Dubcek didorong dari kekuasaan pada bulan April 1969 dan Partai Komunis Ceko mengadopsi garis keras terhadap perbedaan pendapat.
"Musim Semi Praha" tahun 1968, ketika harapan untuk reformasi mekar, akan berfungsi sebagai simbol untuk apa yang disebut "Revolusi Velvet" tahun 1989.
Pada tahun itu, para pembangkang Ceko mampu mematahkan cengkeraman Partai Komunis terhadap politik negara mereka dengan memilih Vaclav Havel, presiden nonkomunis pertama dalam 40 tahun.
Advertisement