Liputan6.com, Karachi - Meskipun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia telah dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun saat itu Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka.
Para pahlawan dan pejuang kemerdekaan masih menghadapi tekanan dari Pihak Kolonial Belanda yang ingin kembali merebut Indonesia ketika Jepang menyerah dan angkat kaki dari Indonesia di akhir Perang Dunia II pada 15 Agustus 1945.
Baca Juga
Peperangan masih berlanjut hingga tahun 1949. Belanda meminta bantuan Inggris sebagai sekutu untuk kembali menjadikan Indonesia bagian dari koloninya. Mendukung hal tersebut, Inggris mengirimkan 600 tentara dari British Indian Army (BIA) untuk melawan laskar Indonesia.
Advertisement
Sementara itu di British India atau Hindustan (sebelum menjadi Pakistan, India, dan Bangladesh), pada Deklarasi Lahore tanggal 23 Maret 1940, Muhammed Ali Jinnah yang pada saat itu menjadi pemimpin All India Muslim League mengajukan protes kepada pemerintah Inggris terhadap kekejaman kolonial dan meminta jaminan bahwa tentara Hindustan tidak akan memerangi seluruh Negara muslim di dunia.
Pada tahun 1947, Sebelum Pakistan merdeka, Ali Jinnah mengirimkan surat kepada Presiden Sukarno yang menyatakan dukungan dan simpati dari Indian Muslims untuk kemerdekaan Indonesia sepenuhnya, setelah Kolonial Belanda melanggar janji yang telah tertuang pada Perjanjian Linggarjati pada November 1946.
Alhasil, ajakan Muhammad Ali Jinnah tersebut membuat 600 tentara Muslim dari British Indian Army (BIA) yang dikirim oleh Belanda & Inggris tersebut untuk memutuskan meninggalkan pasukan mereka, dan bergabung dengan Indonesia.
Terlebih ketika mereka mendarat di pulau Jawa dan mendengar seruan takbir ketika akan berperang melawan pejuang Indonesia, membuat mereka (BIA) kemudian justru malah berbalik dan mendukung Indonesia.
Dari 600 prajurit tersebut, 500 di antaranya meninggal dalam perang selama tahun 1947-1949; sedangkan sisanya ada yang kembali ke Pakistan, atau menetap di Indonesia (di Bandung dan Jakarta). Para prajurit ini kemudian menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia di tahun 1958.
Â
Kunjungan Presiden Sukarno ke Pakistan
Diketahui, Presiden Sukarno melakukan kunjungan ke Pakistan sebanyak 4 kali yakni pertama pada tahun 1950 sebagai bentuk dukungan dan pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Pakistan, kemudian ditahun 1958, 1963, dan tahun 1964.
Di tahun 2021, Konjen RI Karachi, Dr. June Kuncoro Hadiningrat berkesempatan bertemu dengan beberapa keluarga dari tentara muslim BIA yang berasal dari Indonesia dan ikut pulang ke Pakistan dan menetap di Karachi sampai saat ini.
Di antaranya Bapak Muhammad Yunus, anak dari Almarhum Mr. Mohamad Sadik, mantan tentara muslim BIA, ibunya bernama Aisyah Bibi, merupakan WNI yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Menariknya, beliau beserta saudaranya memiliki nama panggilan khas sunda seperti Ujang, Dadang, Euis dan masih bisa berbicara Bahasa Indonesia.
Selain itu, Konjen RI Karachi juga bertemu dengan ‘’Mak Ros’’ panggilan khas untuk Ibu Rusminah, yang merupakan istri dari Almarhum Mr. Kalam Ilahi mantan tentara muslim BIA serta ‘’Angku’’ Panggilan khas untuk Bapak Muhammad Sahid yang merupakan anak dari Almarhum Mr. Shardar Khan.
Keduanya datang ke Pakistan pada tahun 1953, bersamaan dengan program bantuan pemulangan ex-tentara BIA oleh Pemerintah Indonesia untuk kembali berkumpul dengan keluarganya di Pakistan. Keduanya saat ini telah berstatus warga Negara Pakistan.
Menurut Bapak Angku, ada banyak WNI yang merupakan keluarga dari ex-tentara BIA yang kemudian menetap di Karachi, namun ketika tiba langsung berpencar dan saat ini sudah banyak yang meninggal.
Pada tahun 1964, Presiden Sukarno juga sempat mengumpulkan seluruh mantan pejuang ex-BIA beserta keluarga di Wisma Indonesia. Setiap tahunnya sebelum pandemi COVID-19, semua ex tentara BIA dan keluarga yang masih hidup di undang mengikuti upacara HUT RI dan menerima penghargaan dari KJRI Karachi.
Tahun ini, KJRI Karachi berencana akan menerbitkan sebuah buku tentang Sejarah Indonesia di Karachi, termasuk sejarah dan cerita tentang tentara Muslim British Indian Army dan Keluarganya di Karachi.
Diharapkan dengan terbitnya Buku ini nanti akan menjadi bagian dari pembelajaran sejarah bagi para generasi muda, baik Indonesia maupun Pakistan tentang kedekatan hubungan kedua Negara.
Â
Advertisement
Sukarno Tower
Selain itu, dalam kunjungannya ke kota Larkana pada tanggal 12 Juli 2021, Konsul Jenderal RI Dr. June Kuncoro Hadiningrat mendapati ada sebuah bangunan menarik di tengah kota, dengan nama Sukarno Tower.
Monumen dengan tinggi sekitar delapan meter tersebut ternyata merupakan bentuk apresiasi Pakistan dan simbol persahabatan kedua pemimpin bangsa, yaitu Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto dan Presiden Sukarno, yang dibangun di jantung Kota Larkana, sebagai kampung halaman PM Zulfikar Ali Bhutto.
Kini, bangunan tersebut berada dibawah kepengurusan Komisioner kota Larkana, Mr. Shafiq Ahmed Mahesar.
Dalam pertemuannya dengan Konjen RI Karachi, Mr. Shafiq menyampaikan bahwa Sukarno Tower dibangun dan diresmikan oleh Perdana Menteri Mr. Zulfikar Ali Bhutto di Tahun 1972 sebagai simbol kekaguman Pakistan terhadap Presiden Sukarno kala itu yang memimpin bangsa Asia-Afrika dalam Konferensi Asia – Afrika tahun 1955 untuk melawan segala jenis bentuk penjajahan dan kolonialisme di dunia.
Mr. Zulfikar Ali Bhutto yang pada saat itu masih menjabat sebagai Menteri Luar Negeri hadir dalam konferensi tersebut. Terdapat 4 (empat) pesan Bung Karno yang terpatri di monumen tersebut, yakni:
1. Fenomena Eksistensi Kehidupan Modern adalah Peningkatan dari peran massa2. Lima Mutiara Berhargaku : Demokrasi, Percaya Kepada Satu Tuhan, Keadilan Sosial, Nasionalisme, dan Internationalisme3. Tujuanku bukanlah Negara untuk satu individu atau satu kelompok, tapi semua untuk semua, satu untuk semua, semua untuk satu.4. Jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita merupakan sekedar hadiah dari diplomasi saja, tapi mereka harus tahu kita membelinya dengan darah, keringat dan kesungguhan kita.
Lebih lanjut, pertemuan Konjen RI dengan Komisioner Kota Larkana menyepakati rencana kerja sama untuk melakukan pemugaran dan revitalisasi, serta mempromosikan Sukarno Tower sebagai ikon landmark kota Larkana, dalam rangka memperingati 50 tahun dibangunnya monumen tersebut di tahun 2022.
Di samping itu, Mr. Shafiq menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi kepada Pemerintah Indonesia, serta mendukung dengan penuh upaya-upaya peningkatan kerja sama dibidang perdagangan, investasi, dan Pariwisata serta people-to-people contact khususnya melalui kerjasama pendidikan.