Liputan6.com, Jakarta - Para ahli dan pejabat memperingatkan bahwa berita Taliban telah mengambil kendali penuh atas Afghanistan dapat mendorong kelompok militan dan konservatif yang berjarak 6.000 km di Indonesia, dan berpotensi menimbulkan ancaman keamanan besar bagi negara Asia Tenggara itu.
Muhammad Taufiqurrohman, seorang peneliti senior di lembaga penelitian keamanan yang berbasis di Pusat Studi Radikalisme dan Deradikalisasi Jakarta mencatat bahwa beberapa kelompok militan dan konservatif telah merayakan pengambilalihan Taliban di media sosial dan grup obrolan online pribadi. Demikian menurut laporan Channel News Asia, Jumat (27/8/2021).
Advertisement
“(Pengambilalihan Taliban) telah memberikan dorongan moral kepada para ekstremis di Indonesia untuk melanjutkan "perjuangan" mereka mendirikan pemerintahan Islam dan memberlakukan hukum Syariah di Indonesia,” katanya dalam diskusi, Selasa (26/8).
Beberapa dari kelompok ini telah mendorong Indonesia untuk mengadopsi hukum Islam yang ketat, sementara yang lain berusaha untuk memisahkan diri dari negara dan membentuk pemerintahan Islam mereka sendiri. Indonesia termasuk di antara negara sekuler di mana mayoritas warganya mempraktekkan bentuk Islam moderat.
“Beberapa telah menyatakan niat mereka untuk melakukan perjalanan ke Afghanistan. Mereka ingin belajar dari Taliban, belajar militer (strategi) dari mereka dan ingin menggunakan keterampilan yang mereka peroleh untuk menggulingkan rezim di Indonesia,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peringatan bagi Pemerintah Indonesia
Pemerintah tidak boleh menganggap enteng pernyataan ini, tambah Taufiqurrohman.
“Ketika konflik Suriah meletus, para ekstremis di Indonesia secara terbuka berjanji setia kepada ISIS dan menyatakan niat mereka untuk bergabung (ISIS) di Suriah. Kami meremehkan mereka dan mengatakan bahwa tidak mungkin mereka benar-benar pergi ke Suriah. Kami menyadari betapa seriusnya mereka ketika sudah terlambat,” katanya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkirakan bahwa lebih dari 1.200 orang Indonesia telah melakukan perjalanan ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS sejak 2014.
Banyak lagi yang mencoba melakukannya tetapi rencana mereka digagalkan oleh pejabat imigrasi Indonesia bahkan sebelum mereka meninggalkan negara itu, atau oleh otoritas Turki yang menghentikan mereka dari melintasi perbatasan Turki yang keropos dengan Suriah.
Beberapa simpatisan ISIS, termasuk mereka yang gagal pergi ke Irak dan Suriah, telah melancarkan serangan teroris, terutama serangan 2016 di persimpangan sibuk di pusat kota Jakarta yang menewaskan delapan orang dan serangan pada 2018 di beberapa lokasi di kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya yang menewaskan 28 orang.
Sejak itu telah terjadi beberapa serangan skala kecil yang melibatkan simpatisan ISIS di seluruh negeri.
Advertisement