Liputan6.com, Jakarta - Bom bunuh diri di luar bandara Kabul pada Kamis (26/8) menewaskan puluhan warga Afghanistan termasuk belasan tentara Amerika Serikat.
ISIS-K atau ISKP (Islamic State Khorasan Province), cabang kelompok ISIS di Afghanistan mengklaim bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Baca Juga
Dikutip dari The Straits Times, Jumat (27/8/2021), pernyataan oleh media ISIS, Amaq news agency yang diterjemahkan oleh Site mengatakan bahwa "pemboman hari ini mampu menembus semua benteng keamanan," dan berada dalam jarak lima meter dari pasukan AS sebelum ledakan.
Advertisement
Pernyataan itu tampaknya hanya menyebutkan satu pelaku bom bunuh diri dan satu peristiwa ledakan.
Sementara itu, setidaknya dua insiden ledakan bom diyakini terjadi pada Kamis (26/8) di dekat bandara Kabul.Â
ISIS-K, pertama kali mencapai provinsi Nangarhar timur di Afghanistan pada tahun 2015, tetapi telah mendapat tekanan dalam beberapa tahun terakhir dari koalisi pimpinan AS, tentara Afghanistan dan Taliban.
Namun, serangan mematikan terkait kelompok militan tersebut masih terjadi di Kabul.
Dilansir The Guardian, Amaq news agency mengatakan saluran Telegramnya menyebut seorang anggota bernama Abdul Rahman al-Logari melakukan "operasi syahid di dekat Bandara Kabul".
Sebelumnya, tepatnya pada 22 Agustus 2021, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan sudah memperingatkan dan ancaman "akut" dan "terus-menerus" oleh ISIS-K terhadap evakuasi yang berkelanjutan di Kabul.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar Para Ahli
Banyak yang khawatir dengan intensifikasi serangan yang terkait dengan ISIS-K dalam beberapa bulan terakhir.
"Lintasan ISIS-K telah menjadi salah satu kebangkitan setelah masa sulit pada 2019 dan paruh pertama 2020 … tetapi mereka tiba-tiba terdiam sejak pengambilalihan Taliban dan kemungkinan alasannya adalah kelompok itu bersiap untuk kampanye baru," kata Charlie Winter, peneliti senior di London University’s International Centre for the Study of Radicalisation (ICSR).
"Mereka mencapai beberapa hal: mereka mencapai target yang sah (dari sudut pandang mereka), mereka mengirim sinyal masih menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan dan mereka menantang proyek Taliban dengan menyoroti bahwa kelompok itu tidak dapat mengamankan Kabul," beber Tore Hamming, seorang ahli IS di ICSR.
Antonio Giustozzi, seorang ahli dan penulis di Royal United Services Institute di London, menyebut ISIS-K terbukti lebih pragmatis daripada yang diperkirakan, meskipun ideologinya ekstrem.
"Kelompok ini menavigasi politik regional. Antara Afghanistan dan Pakistan ada banyak aktor yang berebut pengaruh dan ISIS-K cukup efektif dalam memposisikan dirinya," imbuh Giustozzi.
Advertisement