Liputan6.com, Kabul - Mantan Presiden Ashraf Ghani meminta maaf kepada rakyat Afghanistan setelah melarikan diri untuk berlindung di Uni Emirat Arab.
"Meninggalkan Kabul adalah keputusan tersulit dalam hidup saya," katanya, seraya menambahkan bahwa dia menyesal "tidak dapat mengakhirinya dengan cara yang berbeda".
Ghani tiba-tiba meninggalkan Afghanistan saat Taliban maju ke ibu kota pada 15 Agustus 2021.
Advertisement
Dia mengatakan, tidak bermaksud untuk meninggalkan rakyatnya tetapi "itu adalah satu-satunya cara".
Dalam sebuah pernyataan yang dibagikan di Twitter pada Rabu (8/9), Ghani mengatakan dia tidak punya pilihan selain meninggalkan negara itu untuk menghindari kekerasan yang meluas.
"Saya pergi atas desakan keamanan istana, yang menyarankan saya untuk tetap mengambil risiko memicu pertempuran jalanan yang sama yang dialami kota Kabul selama perang saudara tahun 1990-an," tulisnya, menambahkan bahwa dia melakukannya untuk "selamatkan Kabul dan enam juta warganya".
Dia mengatakan, telah mengabdikan 20 tahun untuk membantu Afghanistan menjadi "negara yang demokratis, makmur dan berdaulat".
Ghani sekali lagi membantah tuduhan "tidak berdasar" bahwa dia telah melakukan perjalanan ke UEA dengan membawa ratusan juta dolar AS.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tuai Kritik Keras
Mantan presiden berusia 72 tahun yang telah menghadapi kritik keras dari politisi Afghanistan lainnya karena meninggalkan negara itu, mengatakan dia akan berbicara tentang "peristiwa menjelang kepergian saya" dalam waktu dekat.
Dalam akun Facebook pada 18 Agustus, Ghani mengatakan dia "dipaksa" meninggalkan Afghanistan oleh tim keamanannya karena "ada kemungkinan nyata bahwa saya akan ditangkap dan dibunuh".
Dia mengatakan, ketika Taliban memasuki istana presiden di Kabul, "mereka mulai mencari saya dari kamar ke kamar".
Menolak klaim bahwa dia telah membawa sejumlah besar uang ketika dia meninggalkan negara itu, Ghani mengatakan dia "bahkan tidak diizinkan melepas sandal saya dan memakai apa yang telah digunakan".
Awal pekan ini Taliban, yang menguasai Afghanistan dalam serangan besar-besaran lebih dari tiga minggu lalu, mengumumkan pembentukan pemerintah sementara yang semuanya laki-laki untuk memerintah negara itu.
Pada Rabu kemarin, puluhan wanita di Kabul dan provinsi Badakhshan di Afghanistan timur laut memprotes kabinet baru, dengan mengatakan mereka tidak akan menerima pemerintahan tanpa menteri wanita.
Advertisement