Sukses

Menggertakkan Gigi Menyebabkan Sakit Kepala? Ternyata Ini Alasannya

Menggertakkan gigi dalam kondisi medis disebut dengan bruxism, kondisi ini dapat menjadi penyakit yang serius apabila tidak menangani dengan tepat.

Liputan6.com, Jakarta - Saat mengalami ketegangan, seringkali menimbulkan reaksi pada tubuh seperti, bahu yang membungkuk, mata yang terpejam, gigi tertutup rapat dan lain sebagainya. Ketika gigi tertutup rapat akan mengakibatkan aktivitas seperti menggertakkan gigi, dalam kondisi medis disebut dengan istilah bruxism.

Bagi sebagian orang kondisi ini dapat menyebabkan masalah, seperti sakit kepala, nyeri rahang dan gigi rusak. Demikian menurut Katayoun Omrani, seorang dokter gigi spesialis nyeri orofasial atau nyeri yang terjadi pada area rongga mulut, wajah, maupun leher di Cedars-Sinai Pain Center, Los Angeles. 

Dilansir dari Live Science, Jumat (17/9/2021), ada dua jenis bruxism yakni bruxism saat sadar, ketika seseorang menggertakkan gigi dengan sadar dan bruxism saat tidur, ketika seseorang menggertakkan gigi saat sedang tidur.

Pemicu utama bruxism biasanya ketika seseorang mengalami stres dan kecemasan, namun faktor lain juga dapat mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut. Menurut tinjauan sistematis, laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal Neurology Clinical Practice, mengungkapkan obat yang banyak digunakan adalah Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) atau obat yang biasanya digunakan sebagai antidepresan dalam pengobatan gangguan depresi, gangguan kecemasan, dan kondisi psikologis lainnya.

"Itulah pertanyaan yang selalu saya tanyakan: Sudah berapa lama Anda menggunakan obat ini, dan apakah Anda merasa bruxism Anda memburuk sejak Anda menggunakan obat ini? Karena saya telah menemukan sebagian besar kasus yang serupa," kata Omrani.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Penyebab Terjadinya Bruxism

Omrani juga mengatakan bahwa merokok, minum banyak kafein atau alkohol, dan asam lambung juga dapat meningkatkan risiko bruxism seseorang. Dalam jurnal Sleep and Breathing yang diterbitkan pada tahun 2020, mengungkapkan tidak menemukan hubungan antara gangguan tidur dengan meningkatkan risiko bruxism tidur.

Kondisi bruxism ini sangat lah umum, sekitar sepertiga orang dewasa mengalami bruxism saat sadar, dan 1 dari 10 mengalami bruxism saat tidur.

Menurut Mayo Clinic, bagi banyak orang, kondisi ini bukan masalah medis. Namun bagi sebagian orang, hal itu dapat menyebabkan sakit leher, sakit rahang, sakit kepala, gusi mundur dan kerusakan pada gigi yang mungkin memerlukan pencabutan gigi. Menurut Omrani, saraf di gigi bisa teriritasi, bahkan seseorang mungkin memerlukan perawatan saluran akar gigi. Gejala-gejala ini biasanya dikaitkan dengan bruxism tidur, tambahnya.

Penyembuhan untuk bruxism saat sadar lebih sederhana, bahkan mereka juga dapat pergi ke psikolog untuk mengidentifikasi apa yang memicu kertakan gigi mereka dan untuk belajar mengendalikan stres.

"Ketika seseorang menggertakkan gigi di siang hari, Anda bisa mengajarinya untuk tidak melakukannya dengan memisahkan gigi mereka dan terus-menerus mengingatkan diri mereka sendiri, 'Apakah saya menggertakkan gigi?'" ucap Omrani.

Sedangkan untuk penyembuhan bruxism saat sedang tertidur Anda memerlukan teknik yang berbeda. Omrani merekomendasikan untuk memakai pelindung gigi yang seperti pelindung mulut khusus yang Anda pakai di malam hari. Ini tidak akan menghentikan gertakan, namun dapat melindungi gigi dan otot rahang, tambahnya.

Jika menggunakan SSRIs, mereka mungkin perlu beralih ke jenis antidepresan yang berbeda. Tetapi, ketika merasakan sakit yang luar biasa karena menggertakkan gigi, pasien dapat memilih untuk diberi obat pelemas otot gigi dan sekitarnya untuk diminum di malam hari, atau suntikan Botox ke otot-otot wajah agar menjadi lebih rileks, kata Omrani.

 

Penulis : Vania Dinda Marella