Liputan6.com, Tepi Barat - Palestina pada Kamis (16/9) mengutuk posisi pemerintah Israel yang menolak solusi dua negara dan upayanya untuk merusak setiap peluang untuk mendirikan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Kementerian luar negeri Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa posisi Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan Menteri Keuangan Israel Avigdor Lieberman "adalah bagian dari tindakan sepihak Israel yang bertujuan untuk melikuidasi perjuangan Palestina."
Baca Juga
Pernyataan itu menambahkan bahwa para pejabat Israel menyalahkan kepemimpinan Palestina.
Advertisement
Dan pihak Israel secara tak langsung menyebar dalih palsu "untuk menyembunyikan ambisi mereka guna memperluas pemukiman di tanah negara Palestina."
Menuduh Bennett sebagai "musuh perdamaian," kata pernyataan itu, demikian dikutip dari laman Xinhua, Jumat (17/9/2021).
"Dia (Bennett) mewakili sikap para pemukim, dewan mereka, dan organisasi mereka, yang mengarah pada kampanye penghasutan terhadap rakyat Palestina."
"Hasutan Israel adalah perang politik dan agresi terhadap rakyat Palestina, melawan hak-hak sah mereka dan melawan kepemimpinan mereka," katanya.
Ia juga menambahkan bahwa "kebijakan ini akan berdampak pada proses penyelesaian konflik."
Ia meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kuartet Internasional, yang terdiri dari Rusia, Amerika Serikat, Uni Eropa dan PBB, "untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral mereka terhadap perkusi sikap politik Israel."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Peran Amerika Serikat
Pembicaraan damai langsung antara Israel dan Palestina, yang disponsori oleh Amerika Serikat dan berlangsung selama sembilan bulan.
Namun, berhenti pada tahun 2014 menyusul ketidaksepakatan mendalam tentang penyelesaian Israel dan pengakuan pendirian negara Palestina di perbatasan 1967.
Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang diklaim oleh Palestina, dalam perang Timur Tengah 1967 dan telah mengendalikan mereka sejak saat itu. Permukiman Yahudi dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional oleh sebagian besar masyarakat internasional.
Advertisement