Sukses

Presiden Rusia Vladimir Putin Telepon PM Italia Mario Draghi, Bahas Situasi Afghanistan

Rusia dan Italia menyatakan niat mereka untuk bekerja sama untuk mencegah terorisme.

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan percakapan via telepon dengan Perdana Menteri Italia Mario Draghi pada Rabu (22/9) untuk membahas situasi di Afghanistan.

Dikutip dari laman Xinhua, Kamis (23/9/2021), kedua belah pihak menyatakan niat mereka untuk bekerja sama untuk mencegah terorisme.

Selain itu, juga ada upaya untuk mencegah ekstremisme, dan kejahatan terkait narkoba, kata Kremlin dalam siaran pers.

Mereka menekankan pentingnya memupuk dialog intra-Afghanistan, dengan mempertimbangkan kepentingan semua kelompok penduduk.

Vladimir Putin memberi tahu Draghi tentang hasil KTT Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, KTT Organisasi Kerjasama Shanghai dan pertemuan gabungan kedua kelompok yang diadakan pekan lalu di Dushanbe, Tajikistan.

Para pemimpin membahas rekonstruksi pasca-konflik di Afghanistan, termasuk upaya Kelompok 20, yang dipimpin Italia tahun ini.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Vladimir Putin: Kampanye AS 20 Tahun di Afghanistan Berakhir Tragedi

Pemimpin Rusia, Vladimir Putin mengatakan bahwa pendudukan 20 tahun AS mengakibatkan tragedi dan kerugian belaka bagi Washington dan rakyat Afghanistan.

Kampanye 20 tahun AS di Afghanistan berakhir tragedi dan Washington tidak mencapai apa pun, ujar Vladimir Putin, seraya menambahkan bahwa upaya tentara AS untuk menanamkan norma-norma mereka di Afghanistan adalah kesia-siaan.

Berbicara pada hari Rabu di pertemuan dengan remaja di Kota Vladivostok untuk menandai awal tahun ajaran, ia mengatakan: "Pasukan Amerika hadir di wilayah itu (Afghanistan) selama 20 tahun, dan selama 20 tahun itu mereka berusaha – ini bisa dikatakan tanpa menyinggung siapapun – untuk membudayakan masyarakat lokal, tetapi pada kenyataannya, untuk memaksakan norma dan standar hidup mereka dalam arti luas kata ini, termasuk organisasi politik masyarakat."

"Satu-satunya hasil adalah tragedi dan kerugian bagi mereka yang melakukan itu (AS) dan terutama bagi orang-orang yang tinggal di Afghanistan. Ini adalah hasil nol, jika tidak negatif."

Adalah suatu "kemustahilan memaksakan sesuatu dari luar".

Pemimpin Rusia tersebut memiliki rekam jejak mengkritik negara Barat karena mencoba memaksakan nilai-nilai mereka pada negara non-Barat, dan Moskow kerap mengecam kebijakan AS di Afghanistan, yang saat ini dibawah kendali Taliban.

Taliban telah mengejutkan pemimpin dan pengamat Barat dengan kemajuan pesatnya jelang penarikan Amerika pada 31 Agustus.

Pekan lalu, Putin mengatakan Rusia tidak akan mencampuri urusan di Afghanistan dan bahwa Moskow telah belajar dari pendudukan Soviet di negara itu. Moskow terlibat dalam perang 10 tahun di Afghanistan yang berakhir dengan penarikan pasukan Soviet pada 1989.

Putin pun mengeluhkan negara-negara Barat yang mencoba menempatkan pengungsi Afghanistan di negara Asia Tengah yang bersekutu dengan Moskow, khawatir Islam radikal akan menyebar ke negara-negara yang bersahabat dengannya.

Pada saat bersamaan, Moskow optimis secara hati-hati tentang kepemimpinan baru di Kabul dengan mengatakan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri. Namun, di dalam negeri pun Taliban masih terdaftar sebagai organisasi teroris.