Sukses

Sidang PBB ke-76 Ditutup Tanpa Pidato Myanmar dan Taliban

Serangkaian pidato dijadwalkan akan berakhir hari Senin ini dengan Afghanistan, Myanmar dan Guinea, tetapi situasi di Afghanistan dan Myanmar memicu intrik lebih lanjut sampai pada hari terakhir (Senin) ini.

Liputan6.com, New York - Sidang Majelis Umum PBB di New York berakhir pada Senin 27 September 2021, kendati demikian tak semua agenda berjalan lancar.

Pidato dari penguasa di Afghanistan dan Myanmar tak ada. Padahal itu adalah salah satu hal yang tidak biasa pada maraton diplomatik tahun ini. Di mana sekitar 100 pemimpin yang tidak takut akan Virus Corona COVID-19 bertemu secara langsung.

Wakil pemerintahan lama Afghanistan di PBB menentang Taliban memberikan pidato hari Senin (27/9) setelah kelompok itu meminta agar menteri luar negerinya yang baru, Amir Khan Muttaqi, diizinkan untuk berbicara sebagai gantinya.

Taliban menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres Senin lalu, meminta agar Muttaqi diizinkan untuk "berpartisipasi," demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (28/9/2021).

Surat itu mencatat bahwa Ghulam Isaczai, utusan Afghanistan untuk PBB di bawah Ashraf Ghani, yang digulingkan bulan lalu, "tidak lagi mewakili" Afghanistan di PBB.

Permohonan itu akan dipertimbangkan oleh sebuah komite yang mencakup Amerika Serikat, Rusia dan China, tetapi seorang pejabat PBB mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pertemuan itu tidak terjadi.

Seorang diplomat mengatakan Taliban terlambat mengirim permohonannya, sehingga memberikan kesempatan kepada Isaczai, yang masih diakui PBB sebagai utusan Afghanistan, untuk berbicara.

Jika dia mengambil kesempatan itu, dia bisa menuntut penguatan sanksi terhadap Taliban, seperti yang dilakukannya dalam pertemuan Dewan Keamanan pada 9 September.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Ada Kekhawatiran

Serangkaian pidato dijadwalkan akan berakhir hari Senin ini dengan Afghanistan, Myanmar dan Guinea, tetapi situasi di Afghanistan dan Myanmar memicu intrik lebih lanjut sampai pada hari terakhir (Senin) ini.

Seorang diplomat tinggi PBB mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa "kesepakatan" telah dicapai antara Amerika Serikat, Rusia, dan China yang mencegah duta besar Myanmar untuk PBB berbicara. Dia adalah seorang pendukung gerakan demokrasi yang blak-blakan yang telah menolak perintah junta untuk lengser.

Kyaw Moe Tun, yang dipilih oleh mantan pemimpin Aung San Suu Kyi, didukung oleh masyarakat internasional dan telah mempertahankan kursinya di PBB setelah kudeta militer 1 Februari.

Pada bulan Mei, junta menunjuk seorang mantan jenderal untuk menggantikannya, tetapi PBB belum menyetujui penunjukan tersebut.

Kyaw Moe Tun adalah sasaran komplotan konspirasi baru-baru ini yang digagalkan oleh FBI. Komplotan itu berencana untuk memaksanya mengundurkan diri atau membunuhnya jika dia menolak.