Liputan6.com, Jakarta - Berbagai peringatan terus datang, mulai dari gelombang panas, kekeringan, banjir, dan suhu global yang semakin naik. Melihat begitu banyak berita negatif, banyak masyarakat yang sepertinya khawatir.
Baca Juga
Advertisement
"Apa perbedaan yang sebenernya terjadi pada perubahan gaya hidup anda dengan skema yang sangat besar," kata Ross, seorang warga AS.
Sementara itu, Noor Elmasry (22) telah melakukan percakapan serupa dengan teman-temannya di seberang Atlantik, di Chicago. "
Saya pikir banyak rasa frustasi yang termanifestasi dari melihat orang-orang yang berkuasa secara terus-menerus mengecewakan Anda," katanya.
Perasaan mereka telah dibagikan oleh anak-anak muda di seluruh dunia. Dalam survei baru-baru ini, 10.000 anak muda ditanya tentang perubahan iklim. Tiga perempat mengatakan masa depan dunia menakutkan, sementara lebih dari setengahnya mengatakan mereka membayangkan di masa depan manusia akan hancur.
Perasaan takut, malu, bersalah, marah dan frustasi telah diberikan nama, yaitu 'Kecemasan Iklim' yang saat ini sedang meningkat. Para ilmuwan pun berlomba-lomba untuk mencari cara penanganan perubahan iklim ekstrem ini.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dr Nana Ama Browne Klutse
Dilansir BBC, (10/10/2021), berulang kali para ilmuwan mengatakan, mengambil tindakan positif dalam hidup mereka sendiri telah membantu meredakan kecemasan mereka.
Banyak yang bangga dengan karya ilmiah yang pernah mereka ikuti, dan beberapa membicarakan tentang hal-hal yang sederhana, seperti mendaur ulang, mengonsumsi makanan nabati, mengisolasi rumah mereka, melakukan pawai, dan terlibat dalam politik.
Dr Nana Ama Browne Klutse, seorang ilmuwan yang berkontribusi pada laporan besar tentang perubahan iklim tahun ini, mengatakan terkadang dia menanam pohon mangga di pinggir jalan.
Apakah itu akan menyelamatkan dunia dengan sendirinya? Tidak. Apakah itu membuatnya menjadi merasa sedikit lebih baik? Ya.
Advertisement
Dr Jonathan Foley
Dr Jonathan Foley telah bekerja pada perubahan iklim selama tiga dekade sebagai peneliti, penulis dan penasihat pemerintah, dan sekarang sedang menyelidiki solusi perubahan iklim.
Ia mengatakan sebuah tindakan adalah penawar yang bekerja untuknya, dan tindakan itu dapat menjadi suatu bayak bentuk yang berguna.
"Beberapa orang mungkin menjadi aktivis karena mereka benar-benar marah dan ingin mengubah keadaan. Bagus, kami membutuhkan itu. Orang lain yang bisa menjadi seniman dan ingin berbagi perasaan dan menginspirasi orang lain. Bagus, kami juga membutuhkannya. Kami membutuhkan semua orang."
Dr Natalie Jones
Dr Natalie Jones, seorang spesialis risiko eksistensial di University of Cambridge, merasa lega karena berada bersama orang-orang yang memiliki satu pemikiran dalam protes, rapat umum, dan acara lainnya.
"Ini adalah atmosfer yang tidak bisa Anda kalahkan," katanya. "Begitu Anda bertemu orang lain yang memiliki masalah yang sama, Anda seperti, 'oke, saya lebih suka berada di sini'."
Pilihan ini sering terjadi, antara "menggulir malapetaka" dan menatap telepon atau komputer untuk memikirkan berita negatif, atau mengerjakan solusi dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama.
"Semua orang di posisi yang sama kan? Jadi ada solidaritas yang sangat besar," katanya. "Saya mendapatkan banyak makna pembelajaran dengan mengetahui segala hal yang telah kami lakukan, dan kami percaya nantinya akan benar-benar mengubah banyak hal."
Dia mengatakan pandemi telah menyulitkan banyak orang, tetapi dia juga menambahkan, "saya berharap orang-orang dapat merasa seperti mereka dapat memulai hal itu lagi."
Advertisement
Caroline Hickman
Caroline Hickman telah mempelajari dampak perubahan iklim terhadap kesehatan mental anak muda dan membantu untuk memimpin survei terhadap 10.000 anak muda.
"Kita perlu memperhatikan bagaimana perasaan kita dan memproses perasaan kompleks yang kita rasakan, dan mendukung orang lain dalam menghadapi perasaan mereka juga, saat kita sedang mengambil tindakan untuk dunia,"
Ia mengatakan, perasaan cemas itu normal. "Ini merupakan respons yang sehat secara emosional dan mental untuk merasakan kecemasan, ketakutan, keputusasaan, dan depresi sehubungan dengan darurat iklim."
Namun banyak ilmuwan yang memiliki optimisme hingga keras kepala yang datang dan mengerjakan masalah iklim tersebut. Mungkin untuk kedepannya anda akan sering berhadapan dengan hari baik dan hari buruk, kata Dr Foley.
"Mungkin itu yang anda rasakan beberapa hari ini, tapi saya harap anda bisa kembali dengan menyingsingkan lengan bajumu."
Â
Penulis : Azarine Natazia
Infografis Cuaca Ekstrem, Jakarta Siaga Banjir Besar?
Advertisement