Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki kerja sama riset teknologi kelautan dan perikanan dengan Korea Selatan sejak lama. Di bawah payung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dengan Kementerian Samudera Perikanan Republik Korea terciptalah Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC) pada 14 September 2018.
Pusat penelitian tersebut menjalankan riset bersama Indonesia-Korea, program pendidikan serta pelatihan di bidang kemaritiman.
Baca Juga
Kyuhyun Mengawali Tur Asia COLORS di Seoul dengan Suasana Natal, Siap Konser di Jakarta pada 8 Februari 2024
Kaleidoskop 2024: Deretan Berita Menggemparkan Dunia, Pernikahan Sesama Jenis Menlu Australia hingga Darurat Militer Korsel
Penjual Bungeoppang Si Camilan Berbentuk Ikan Khas Korea Selatan Makin Langka di Negara Asalnya
Kerja sama tersebut telah terjalin hingga kini. Selama itu, sudah banyak pencapaian yang diraih dari kerjasama dua kementerian Korea-Indonesia tersebut. Salah satu yang jadi sorotan adalah perihal pembuatan kapal ARA.
Advertisement
ARA adalah kapal riset canggih seberat 12 ton yang didatangkan ke Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Korea Selatan dan dioperasikan oleh MTCRC. Di bawah kerja sama tersebut, kapal jenis itu bisa dibuat di Tanah Air, tak lagi mengandalkan kiriman dari Korea Selatan.
"Sebelumnya kami membuat skema dengan pembuatan kapal ARA di Korea lalu mengirimkannya ke Indonesia. Melihat kapasitas ukuran dan terkait biaya pengiriman yang cukup mahal, maka di bawah proyek dengan Kemenko Marves dibuatlah kapal ARA di Indonesia," kata Dr Hansan Park, Wakil Direktur Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center (MTCRC) dalam workshop Indonesia Korea Journalist Network 2021 yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bekerjasama dengan Korea Foundation Jakarta akhir September lalu.
Menurutnya, biaya membuat kapal ARA di Indonesia dengan spesifikasi yang disesuaikan lebih masuk akal ketimbang membangunnya di Korea Selatan dan mengirimkannya ke Indonesia.
"Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan tersebut lebih masuk akal daripada dengan skema pembuatan di Korea Selatan lalu baru dikirimkan ke Indonesia. Oleh sebab itu, tahun depan kami berencana membuat lagi satu kapal ARA di Indonesia melalui proyek dengan Kemenko Marves tersebut," jelas Dr Park.
"Indonesia memiliki potensi dalam industri tersebut," imbuhnya.
Sejauh ini, Dr Park memaparkan, sudah ada puluhan kapal ARA dibuat di Indonesia melalui skema kerja sama ini. " Sudah ada sekitar 30 kapal, dengan basic design. Kapal ARA Korea Selatan memiliki spesifikasi yang berbeda dengan Indonesia," ucapnya.
Kapal riset canggih ARA, yang sedang dioperasikan oleh MTCRC biasanya dikerahkan untuk mempercepat proses pencarian puing pesawat di laut. Sebelumnya, pernah dikerahkan untuk proses pencarian puing pesawat jatuh Sriwijaya Air SJ182 pada pertengahan Januari 2021.
Kapal ARA merupakan kapal berbobot 12 ton yang didatangkan ke Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (MOF) Korea Selatan pada 2020, guna mendorong program kerjasama survei awal untuk kawasan pesisir Cirebon, Indonesia dalam skema ODA (Overseas Development Assistance) senilai 5 miliar won.
Keunggulan Kapal ARA
Kapal ARA dilengkapi dengan alat Multi-Beam EchoSounder, Sub-Bottom Profiler yang dapat digunakan untuk 3dimentional bathymetric survey, prediksi pasang surut dan deteksi dasar laut. Alat tersebut mampu menghasilkan data yang lebih presisi 10 kali lipat dan memiliki kecepatan observasi 2 kali lipat dibanding alat lainnya.
Di samping itu, kapal ARA didesain secara khusus untuk melakukan riset laut dangkal. Oleh karenanya, diharapkan kehadiran kapal ARA tersebut dapat sangat membantu dalam proses pencarian yang dilakukan.
MTCRC juga menerjunkan 15 orang tenaga ahli termasuk kepala MTCRC Dr Park Hansan (kapten kapal riset dan awak kapal 3 orang, 5 orang tenaga ahli untuk mengoperasikan perlengkapan, 7 orang tenaga ahli untuk pendataan) ke lokasi pencarian untuk bekerja sama dengan tim.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Korsel Berharap Kerja Sama di Bidang Bioresources
Sepanjang kerja sama terkait ilmu kelautan Korea-Indonesia yang berlangsung sejak 2011 lalu, banyak pendekatan dilakukan kedua belah pihak untuk melakukan penelitian. Mulai dari menggandeng kampus teknik terbaik di Indonesia yakni ITB dan sejumlah kampus di Indonesia sebagai pendukung seperti UI dan UGM.
Lembaga pemerintah LIPI juga turut serta dalam proyek tersebut.
Indonesia kembali menguatkan hubungan kerja sama dalam bidang riset teknologi kelautan dan perikanan melalui Korea - Indonesia Ocean ODA Research Equipment Handover Ceremony (03-06-2021).
Melalui lembaga pendidikan seperti ITB dan Korea Institute of Ocean Science and Technology (KIOST) pemerintah Kabupaten Cirebon mampu memanfaatkan teknologi kelautan dan perikanan ini.
Melalui kerja sama tersebut, Republik Korea melalui Kementerian Samudera dan Perikanan memberikan alat riset teknologi kelautan dan perikanan yang nantinya akan digunakan oleh Indonesia melalui Institut Teknologi Bandung.
Berbagai alat untuk melakukan riset teknologi kelautan dan perikanan ini nantinya akan dikelola oleh Institut Teknologi Bandung. Beberapa peralatannya, yaitu mobil operasional Hyundai H-1 dan H-100, fixed wing Drone, Rotary Wing Drone, RTK GNSS-Leica GS18 T, multibeam echo sounder kongsberg geoswath 4R.
Kemudian juga ada sub bottom profiler kongsberg geopulse compact, single beam echosounder kongsberg EA440, instrumen pengukuran parameter oseanografi, grab sampler, Kapal Survei dan Riset ARA, high performance server, plotter, dan yang terakhir ada komputer untuk sarana pelatihan.
Selain itu, apa harapan Korea Selatan yang ingin dicapai dalam kerja sama tersebut di masa mendatang?
"Pada dasarnya kerja sama bioresources (kekayaan hayati). Sampai saat ini kedua pemerintah antara Korea Selatan dan Indonesia belum ada pada MoU. Sejauh ini kita tidak bisa berbuat apa-apa terkait marine bioresources system," ucap Dr Park.
Menurutnya, proyek itu bisa menjadi pilihan untuk memperluas kerja sama maritim antara Korea dan Indonesia ke depannya.
"Biological Diversity of Areas Beyond National Jurisdiction (BBNJ) masih menjadi poin utama. Kami ingin memberikan timbal balik yang spesial," tegasnya.
Dr Park pun berharap area kerja sama itu dapat dilakukan di masa mendatang.
Advertisement