Sukses

AS Siapkan Kompensasi untuk Korban Serangan Drone Salah Target di Kabul

Serangan salah sasaran AS menewaskan 10 orang, termasuk pekerja bantuan dan tujuh orang anak. AS tawarkan kompensasi biaya ganti rugi pada korban.

Liputan6.com, D.C - Pemerintah AS menawarkan kompensasi finansial kepada kerabat dari 10 orang yang secara tidak sengaja dibunuh oleh militer Amerika dalam serangan drone di ibu kota Afghanistan, Kabul pada bulan Agustus.

Seorang pekerja bantuan dan sembilan anggota keluarganya, termasuk tujuh anak, tewas dalam penyerangan salah sasaran tersebut.

Dilansir dari laman BBC, Minggu (17/10/2021), Pentagon mengatakan bahwa pihaknya juga akan bekerja untuk membantu anggota keluarganya yang masih hidup untuk pindah ke AS.

Serangan tersebut terjadi beberapa hari sebelum militer AS menarik diri dari Afghanistan.

Serangan terjadi di tengah upaya evakuasi yang hiruk pikuk setelah Taliban kembali berkuasa dan hanya beberapa hari setelah serangan dasyat di dekat bandara Kabul oleh IS-K, cabang lokal kelompok Negara Islam (IS).

Intelijen AS telah melacak mobil pekerja bantuan itu selama delapan jam pada 29 Agustus dan percaya bahwa mobil tersebut terkait dengan militan IS-K, kata Jenderal Kenneth McKenzie dari Komando Pusat AS bulan lalu.

Penyelidikan menemukan bahwa mobil tersebut terlihar di sebuah kompleks yang terkait dengan IS-K, dan gerakannya selaras dengan intelijen lain tentang rencana kelompok teror itu untuk menyerang bandara Kabul.

Di sisi lain, pesawat drone pengintai melihat mobil tersebut membawa sesuatu yang tampak seperti bahan peledak di bagasi mobil, tetapi ternyata itu adalah wadah air.

Gen McKenzie menggambarkan serangan tersebut sebagai kesalahan yang tragis dan menambahkan bahwa Taliban tidak terlibat dalam intelijen yang menyebabkan serangan itu.

Serangan terjadi ketika pekerja bantuan, Zamairi Ahmadi, berhenti di jalan masuk rumahnya, 3 km dari bandara Kabul.

Ledakan itu memicu ledakan sekunder, yang awalnya dikatakan pejabat AS sebagai bukti bahwa mobil tersebut memang membawa bahan peledak.

Namun, penyelidikan menemukan bahwa kemungkinan besar ledakan sekunder disebabkan oleh tangki propana di jalan masuk.

Salah satu korban insiden ini adalah Ahmad Naserm yang pernah menjadi penerjemah bahasa Afghanistan untuk pasukan militer AS.

Korban lainnya adalah seseorang yang sebelumnya bekerja untuk organisasi internasional dan memegang visa yang memungkinkan mereka masuk ke AS.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Kerabat Korban: Kompensasi Tidak Cukup

Tawaran kompensasi dibuat pada hari Kamis dalam pertemuan antara Colin Kahl, wakil menteri pertahanan untuk kebijakan, dan Steven Kwon, pendiri dan presiden kelompok bantuan yang aktif di Afghanistan bernama Nutrition and Education International, kata Pentagon dalam sebuah pernyataan.

Kahl mencatat bahwa Ahmadi dan orang lain yang terbunuh adalah korban tak bersalah dan tidak berafiliasi dengan ISIS-K atau ancaman untuk pasukan AS, ujar sebuah pernyataan yang dikaitkan dengan juru bicara Departemen Pertahanan John Kirby.

Ia mengulangi komitmen Menteri Pertahanan Lloyd Austin kepada keluarga, termasuk "pembayaran belasungkawa".

Austin telah meminta maaf atas serangan itu, tetapi keponakan Ahmadi yang berusia 22 tahun, Farshad Haidari, mengatakan hal tersebut tidak cukup.

“Mereka harus datang ke sini dan meminta maaf kepada kami secara langsung,” ungkapnya pada kantor berita AFP di Kabul.

Ketika AS mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, Taliban berhasil menguasai negara itu dalam dua minggu. Kabul jatuh pada 15 Agustus.

Jatuhnya Kabul memicu evakuasi massal dari AS dan sekutunya, ketika ribuan orang berusaha melarikan diri.

Banyak dari mereka adalah warga negara asing atau warga Afghanistan yang pernah bekerja untuk perusahaan asing.

Kemananan semakin ditingkatkan setelah serangan IS-K di bandara. Seorang pembom bunuh diri menewaskan hingga 170 warga sipil dan 13 tentara AS di luar bandara pada 26 Agustus.

Banyak dari mereka yang tewas berharap untuk naik penerbangan evakuasi meninggalkan kota.

Tentara terakhir AS meninggalkan Afghanistan pada 31 Agustus, yang merupakan tengat waktu yang telah ditetapkan Presiden Joe Biden.

Lebih dari 124.000 orang asing dan warga Afghanistan diterbangkan ke luar negeri sebelumnya.

Namun, beberapa orang tidak dapat keluar tepat waktu, dan upaya evakuasi sedang berlansung.

 

Reporter: Ielyfia Prasetio