Sukses

Waspada Low Vision, Gangguan Penglihatan yang Tak Sama dengan Buta

Untuk memperingati hari penglihatan sedunia, yayasan LAYAK menyosialisasikan tentang gangguan penglihatan low vision.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka memperingati “World Sight Day”, atau hari penglihatan dunia 2021 dengan tema: “Love Your Eyes, Everyone Count”, Yayasan Pelayanan Anak dan Keluarga (LAYAK) melaksanakan puncak peringatan pada 21 Oktober 2021.

Acara tersebut dibuka dengan sambutan dari Evie Suranta Tarigan, ketua umum Yayasan LAYAK.

LAYAK merupakan satu dari sedikit LSM yang berfokus pada gangguan penglihatan, Low Vision. Yayasan LAYAK telah berdiri sejak tahun 2003 dan pada tahun 2015, LAYAK mulai berfokus pada isu low vision.

Tujuan dari yayasan LAYAK adalah untuk memberdayakan mereka yang memiliki gangguan penglihatan low vision agar mandiri dan mendapatkan penanganan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Low vision merupakan keadaan di mana seseorang mengalami gangguan penglihatan dan tidak dapat dipulihkan baik dengan operasi, lensa kontak, maupun kacamata biasa.

LAYAK juga menggandeng kementerian kesehatan Indonesia, CBM global Indonesia, serta BMZ Jerman, dan dinas pendidikan, dan sosial untuk memperluas sosialisasi dan membentuk pemahaman masyarakat mengenai gangguan penglihatan low vision.

Dalam kesempatan tersebut, Evie menyebutkan beberapa kegiatan yang telah dilakukan yayasan LAYAK, seperti mengadakan banyak webinar mengenai layanan low vision di Indonesia, penyerahan secara simbolis kacamata dan buku, adapun pengadaan berbagai lomba-lomba yang dapat diikuti siapapun, mulai dari kontes foto, kompetisi quote, dan banyak lagi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Kementerian Kesehatan: Penanggulangan Gangguan Penglihatan Masih Jadi Masalah di Indonesia

Nurjannah Sulaiman, koordinator substansi Kementrian Kesehatan Indonesia juga turut menyampaikan materi.

Ia mengatakan bahwa kurangnya pemahaman mengenai gangguan pendengaran dan penglihatan menyebabkan banyak anak berkembang tidak maksimal karena tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

“Gangguan penglihatan dapat menyerang siapa saja, tanpa mengenal usia, tanpa mengenal suku dan lain-lainnya,” ujar Nurjannah.

Nurjannah juga menyampaikan bahwa disabilitas terdiri dari 4 macam, yakni disabilitas sensorik (mata dan telinga), disabilitas fisik (anggota tubuh yang tidak berfungsi), disabilitas mental (skizofrenia), dan disabilitas intelektual (autisme, down syndrome).

“Penanggulangan gangguan penglihatan masih menjadi masalah di Indonesia, dan penyebab utama kebutaan adalah katarak,” kata Nurjannah.

Nurjannah juga menyampaikan pentingnya melakukan screening mata terhadap penderita diabetes karena komplikasi retinopati diabetik yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan terhadap penderita diabetes.

Low vision memiliki implikasi yang multi dimensional, yakni dampak fisik, berupa penurunan kualitas hidup, bahkan berkurangnya produktivitas seseorang dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas harian.

Dampak sosial, di mana muncul kerentanan terhadap masalah kesehatan, resiko depresi, dan ketergantungan kepada individu lain. Dan dampak psikologis, yakni kepuasan dalam hidup dan status ekonomi.

Nurjaanah menyampaikan beberapa cara menggunakan gawai agar tidak menganggu kesehatan mata di tengah pandemi.

Beberapa di antaranya adalah hanya menggunakan ponsel saat diperlukan dan setiap 20 menit menggunakan ponsel, alihkan pandangan sejauh mungkin, sekitar 6 meter ke arah lain selama 20 detik, kemudian lanjut menggunakan ponsel kembali.

Metode tersebut disebut dengan rule triple 20.

3 dari 3 halaman

Akses Layakan Kesehatan Massa Bagi Disabilitas

Marisa Kristianah selaku country director CBM Global juga menyampaikan bahwa semua orang pasti mengalami gangguan penglihatan.

Makna “Everyone Count” dalam tema hari penglihatan sedunia tahun ini mengartikan bahwa semua orang punya hak atas kesehatan mata yang maksimal, yang berarti akses kepada layanan kesehatan mata adalah untuk semua.

Marisa menyatakan perlu memperhatikan bagaimana anak-anak, perempuan, dan lansia dapat mengakses layanan kesehatan mata.

CBM juga fokus pada isu disabilitas yang punya keterbatasan untuk mengakses layanan kesehatan massa. Apakah penyedia layanan kesehatan massa sudah ramah terhadap disabilitas merupakan hal yang perlu dipikirkan jika ingin kemajuan bangsa Indonesia dinikmati oleh seluruh masyarakat, tegas Marisa.

Bersama dengan yayasan LAYAK dan dukungan pemerintah Jerman, Marisa menyampaikan bahwa seseorang dengan gangguan penglihatan, seperti low vision bukanlah akhir dari segalanya. Tersedia layanan low vision yang di beberapa rumah sakit yang akan membantu untuk memaksimalkan sisa penglihatan yang ada.

“Setiap orang memiliki potensi yang bisa dimaksimalkan, apapun, dan bagaiamanpun keadaannya,” ujar Marisa.

Meski memiliki keterbatasan, gangguan penglihatan low vision tidak menganggu aktivitas sehari-hari jika ditangani dengan benar. 

 

Reporter: Ielyfia Prasetio