Liputan6.com, Jakarta - Efek perubahan iklim menjadi nyata tidak hanya untuk fisiologi bumi, tetapi juga dalam hal pola perilaku berbahaya di antara manusia. Lonjakan suhu di Bumi menyebabkan penyakit terkait panas di antara manusia, bersama dengan berbagai penyakit termasuk penyakit menular, kualitas tidur yang buruk, dan peningkatan kasus bunuh diri.
Baca Juga
Advertisement
Laporan baru yang membuka pengetahuan baru ini disusun oleh The Lancet Countdown dan ditandatangani oleh para peneliti kesehatan dan profesional dari lebih dari 70 institusi di seluruh dunia.
Selama konferensi pers pada Selasa 19 Oktober, Dr. Renee Salas, salah satu penulis laporan tersebut menyarankan bahwa dari sudut pandang kesehatan, setiap kenaikan suhu global berbahaya bagi manusia. Dr. Salas menyebut perubahan iklim sebagai krisis kesehatan, seperti dikutip dari India Times, Minggu (24/10/2021).
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perubahan Iklim Mengancam Dunia
Selama beberapa dekade terakhir, contoh dan intensitas gelombang panas, kebakaran hutan dan kekeringan juga telah menyaksikan lonjakan.
Ketika panas naik, orang lebih rentan terhadap kelelahan panas dan sengatan panas. Selain itu, tingkat kejahatan serta bunuh diri cenderung naik karena kesehatan masyarakat menderita akibat perubahan iklim.
Faktanya, sebuah penelitian berbeda mengklaim bahwa di Amerika Serikat saja, tingkat bunuh diri meningkat 0,7 persen untuk setiap derajat (Celcius) peningkatan suhu rata-rata.Â
Bahaya perubahan iklim tidak terhitung dan para ilmuwan masih berusaha memahami bagaimana peningkatan perubahan ini akan memengaruhi penduduk Bumi. Laporan tersebut juga menyinggung bahaya asap kebakaran hutan dan banjir yang lebih sering terjadi.
Asap kebakaran hutan dikaitkan dengan penyakit paru-paru dan kematian dini, terutama di kalangan anak-anak.Â
Saat banjir meningkat, kondisi yang membantu pertumbuhan nyamuk penyebar penyakit cenderung berkembang. Studi tersebut memperkirakan bahwa penularan demam berdarah saat ini lima kali lebih tinggi daripada tahun 1950-an.
Â
Reporter: Cindy Damara
Advertisement